Pernahkah
anda semua mendengar tentang mani, madzi, dan wadi? Ya, istilah yang
digunakan untuk menunjukkan beberapa jenis cairan yang mampu keluar dari
kemaluan.
Mungkin,
ada sebagian dari kita yang menganggap bahwa hal ini adalah tabu untuk
dibicarakan. Tetapi sesungguhnya, hal ini adalah salah satu hal yang
penting. Yaitu tentang bagaimana kita mampu mengenali berbagai jenis
cairan dari kemaluan kita dan bagaimana kita mampu untuk bersuci dari
hal itu. Karena sesungguhnya, hal ini adalah bagian dari fiqh, dan fiqh
itu bagian dari agama Islam. Dan sesungguhnya, Islam itu manusiawi,
sesuai dengan kodrat manusia yang telah Allah ciptakan dalam
sebaik-baiknya rupa. Oleh karenanya, mari kita lihat penjelasan tentang
hal itu yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
Mani
Mani
adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan,
biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi
dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena
berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal
dengan sebutan “mimpi basah”). Keluarnya mani menyebabkan seseorang
harus mandi besar / mandi junub. Hukum air mani adalah suci dan tidak
najis ( berdasarkan pendapat yang terkuat). Apabila pakaian seseorang
terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika
air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun apabila air mani telah
mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja. Hal ini berdasarkan
perkataan Aisyah, beliau berkata
“Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang menempel pada pakaian Rasulullah dengan kuku saya.”(HR. Muslim)
Anas bin Malik berkata,
“Bahwa Ummu Sulaim pernah bercerita bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam tentang wanita yang bermimpi (bersenggama) sebagaimana yang terjadi pada seorang lelaki. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Apabila perempuan tersebut bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi." Ummu Sulaim berkata, "Maka aku menjadi malu karenanya". Ummu Sulaim kembali bertanya, "Apakah keluarnya mani memungkinkan pada perempuan?" Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Ya (wanita juga keluar mani, kalau dia tidak keluar) maka dari mana terjadi kemiripan (anak dengan ibunya)? Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning. Manapun mani dari salah seorang mereka yang lebih mendominasi atau menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya."(HR. Muslim no. 469)
Imam An-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (3/222),
"Hadits
ini merupakan kaidah yang sangat agung dalam menjelaskan bentuk dan
sifat mani, dan apa yang tersebut di sini itulah sifatnya di dalam
keadaan biasa dan normal. Para ulama menyatakan: Dalam keadaan sehat,
mani lelaki itu berwarna putih pekat dan memancar sedikit demi sedikit
di saat keluar. Biasa keluar bila dikuasai dengan syahwat dan sangat
nikmat saat keluarnya. Setelah keluar dia akan merasakan lemas dan akan
mencium bau seperti bau mayang kurma, yaitu seperti bau adunan tepung.
Warna
mani bisa berubah disebabkan beberapa hal di antaranya: Sedang sakit,
maninya akan berubah cair dan kuning, atau kantung testis melemah
sehingga mani keluar tanpa dipacu oleh syahwat, atau karena terlalu
sering bersenggama sehingga warna mani berubah merah seperti air perahan
daging dan kadangkala yang keluar adalah darah.”
Wadi
Wadi
adalah cairan putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah
kencing atau mungkin setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan.
Keluarnya air wadi dapat membatalkan wudhu. Wadi termasuk hal yang
najis. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian
berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena badan, maka cara
membersihkannya adalah dengan dicuci.
Madzi
Madzi
adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket.
Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang
memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika
pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan).
Air madzi keluar dengan tidak memancar. Keluarnya air ini tidak
menyebabkan seseorang menjadi lemas (tidak seperti keluarnya air mani,
yang pada umumnya menyebabkan tubuh lemas) dan terkadang air ini keluar
tanpa disadari (tidak terasa). Air madzi dapat terjadi pada laki-laki
dan wanita, meskipun pada umumnya lebih banyak terjadi pada wanita.
Sebagaimana air wadi, hukum air madzi adalah najis. Apabila air madzi
terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi,
adapun apabila air ini terkena pakaian, maka cukup dengan memercikkan
air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut, sebagaimana sabda
Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena madzi,
“cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut.”(HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)
Keluarnya
air madzi membatalkan wudhu. Apabila air madzi keluar dari kemaluan
seseorang, maka ia wajib mencuci kemaluannya dan berwudhu apabila hendak
sholat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah,
“Cucilah kemaluannya, kemudian berwudhulah.”(HR. Bukhari Muslim)
Tentang Mandi Junub
Yang pertama,
Mandi junub hanya diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’) ketika ada
cairan yang keluar. Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang
keluar maka dia tidak wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri
secara marfu’:
“Sesungguhnya air itu hanya ada dari air.”(HR. Muslim no. 343)
Maksudnya: Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani).
Yang kedua,
Mayoritas ulama mempersyaratkan wajibnya mandi dengan adanya syahwat
ketika keluarnya mani -dalam keadaan terjaga. Artinya jika mani keluar
tanpa disertai dengan syahwat -misalnya karena sakit atau cuaca yang
terlampau dingin atau yang semacamnya- maka mayoritas ulama tidak
mewajibkan mandi junub darinya. Berbeda halnya dengan Imam Asy-Syafi’i
dan Ibnu Hazm yang keduanya mewajibkan mandi junub secara mutlak bagi
yang keluar mani, baik disertai syahwat maupun tidak.
Kami akhiri pembahasan tentang fiqh ini dengan ayat Allah yang sangat mulia.
“Allah tidaklah malu dalam menjelaskan hal yang benar.”(QS. Al Ahzab: 53)
Wallahu a’lam.