Dua Putra Adam


Kisah Kedengkian, Kezaliman dan Kejahatan Serta Permusuhan Dua Putra Adam


Sesungguhnya, wajib atas setiap muslim mengimani segala yang diberitakan di dlm Al-Qur’an.
Termasuk dlm hal ini, kisah dua putra Adam q yang dikisahkan oleh Allah l dlm Al-Qur’anul Karim. Kisah ini menjelaskan betapa buruknya akibat kedengkian, kezaliman, & kejahatan serta permusuhan dlm kisah dua putra Adam tersebut, baik pemberian nama mereka itu shahih atau tidak.1
Baik disebabkan perebutan calon istri, sebagaimana dinukil sebagian ulama, ataukah sebab lainnya. Yang jelas, tujuannya adalah kita memahami sebab & akibat yang sama berikut hukum yang diberlakukan di balik kisah tersebut.

Allah l berfirman:
Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil & Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) & tak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku utk membunuhku, aku sekali-kali tak akan menggerakkan tanganku kepadamu utk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dgn (membawa) dosa (membunuh)ku & dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, & yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.”
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah (Habil). Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi utk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah: 27-31)

Itulah kisah yang disebutkan oleh Allah l dlm Al-Qur’an. Kisah yang pasti mengandung pelajaran. Sebagaimana yang Allah l tegaskan dlm ayat yang lain:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat.” (Yusuf: 111)
Allah l berfirman:
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil & Qabil) menurut yang sebenarnya.” (Al-Maidah: 27)
Dalam ayat-ayat yang mulia ini, Allah l memerintahkan kepada Rasul-Nya n: ”Ceritakanlah –wahai Rasul– kepada Bani Israil, cerita tentang dua putra Adam q, secara utuh, tak menambah atau menguranginya.”
Ceritakanlah agar orang yang mau mengambil pelajaran dapat memetik faedahnya, dgn penuh kejujuran, tanpa kedustaan, sungguh-sungguh, & bukan main-main.
Adam & Hawwa turun ke dunia
Adam q sudah turun ke bumi. Hawwa pun demikian. Iblis tak ketinggalan, dia diusir & diturunkan ke dunia disertai laknat hingga hari pembalasan.
Para ulama berbeda pendapat tentang di mana Adam & Hawwa diturunkan. Ada yang mengatakan bahwa Adam diturunkan di India, sedangkan Hawwa di Jeddah. Ada pula yang berpendapat Adam turun di Shafa, sedangkan Hawwa di Marwah.
Yang jelas, mereka semua diturunkan ke dunia ini. Wallahu a’lam.
Adam & Hawwa mulai merasakan pahit getir yang belum pernah mereka dapatkan di dlm jannah. Beberapa waktu kemudian Hawwa mulai mengandung & tak lama dia pun melahirkan anaknya. Kemudian lahir pula putra mereka berikutnya.
Anak-anak tersebut tumbuh dewasa di bawah pengawasan kedua orangtua mereka. Mulailah mereka berusaha mengolah bumi ini, mencari rezeki Allah l.
Setan yang telah bersumpah utk menghancurkan manusia & menyeret mereka agar menyertainya di dlm neraka, tak pernah berhenti mencari jalan utk menyesatkan mereka. Akhirnya dia melihat kesempatan tersebut.
Ketika dua anak tersebut sudah tumbuh dewasa & masing-masing mempunyai usaha utk penghidupannya, mereka diperintahkan utk mengeluarkan sebagian harta mereka sebagai korban utk mendekatkan diri kepada Allah l.
Qabil yang bekerja sebagai petani, memilih harta yang akan dikorbankannya dari hasil panen sawah ladangnya. Dia pun mengambil buah atau tanaman yang buruk sebagai korbannya. Sedangkan Habil, bekerja sebagai penggembala ternak. Dia memilih utk korbannya salah satu ternaknya yang terbaik, paling gemuk & sehat.
Dalam syariat umat terdahulu, tanda diterimanya suatu korban adalah dgn turunnya api membakar korban tersebut.
Hari berikutnya, terlihatlah bahwa hasil panen yang dipersembahkan Qabil masih utuh di tempatnya. Sedangkan ternak gemuk yang dikorbankan Habil tak ada lagi, tanda bahwa korbannya diterima. Kenyataan ini menumbuhkan kedengkian dlm diri Qabil, dia berkata (sebagaimana dlm ayat):
“Aku pasti membunuhmu!”
Habil berkata kepadanya (seperti dlm ayat):
“‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.’ Apa dosa & kesalahanku hingga harus kau bunuh? Tidak lain karena aku bertakwa kepada Allah, yang takwa itu wajib atasku, atasmu, & atas setiap orang.”
Qabil tetap meradang & ingin membunuh Habil. Sementara Habil, tak ada ucapan lain selain mengingatkannya:
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku utk membunuhku, aku sekali-kali tak akan menggerakkan tanganku kepadamu utk membunuhmu.”
Yakni, seandainya engkau memulai utk membunuhku, maka aku tak akan memulainya. Aku pun tak akan membalas seperti yang engkau lakukan. Tapi aku hanya mengingatkan engkau kepada Allah Rabb semesta alam.
Artinya, dia tak ingin membela dirinya2 bila dibunuh oleh saudaranya. Meskipun dia lebih kuat & mampu mengalahkan saudaranya. Lalu Habil menerangkan apa sebabnya dia tak ingin membalas (sebagaimana ayat):
“Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam.”
Itulah alasan mengapa dia tak ingin membalas. Orang yang takut kepada Allah l, tak akan berani berbuat dosa, terlebih dosa-dosa besar.
Namun Qabil tak bergeming mendengar nasihat tersebut. Dia tetap pada keinginannya membunuh Habil. Maka Habil beralih menakut-nakutinya dgn azab Allah l, memberikan targhib & tarhib. Habil berkata kepada Qabil (sebagaimana dlm ayat):
“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali membawa dosa (membunuh)ku & dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, & yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.”
Artinya, aku ingin agar kamu kembali kepada Rabb kita pada hari kiamat dgn dosa pembunuhan yang kau lakukan terhadapku & dosa yang kau bawa selama hidupmu, sehingga dgn sebab itu engkau menjadi penghuni neraka, kekal di dalamnya. Na’udzubillahi min dzalik.
Namun, targhib & tarhib ini pun tak berguna bagi Qabil. Sebab, setan telah menguasai & memenuhi hatinya dgn hasad & dendam kepada saudaranya. Akhirnya:
“Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap remeh membunuh saudaranya.”
Hawa nafsunya membangkitkan keberaniannya, bahkan membuatnya memandang indah sehingga dia pun membunuhnya.
“Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.”
Dia menyesal karena tak tahu apa yang harus diperbuatnya terhadap mayat saudaranya.
Itulah kejahatan pertama dlm sejarah peradaban manusia. Pemicunya adalah hasad. Jadi, hasad adalah kemaksiatan pertama yang dgn itu Allah l didurhakai di muka bumi.
Inilah salah satu pangkal terjadinya kekafiran di muka bumi.
Kisah ini menunjukkan pula kepada kita bahwa setiap orang yang memperoleh nikmat tentu akan menjadi sasaran kedengkian dari orang yang bersifat dengki.
Seperti diungkapkan:
وَإِذا أَرادَ اللهُ نَشْرَ فَضيلَةٍ طُوِيَتْ
أَتـاحَ لَها لِسـانَ حَسـودِ
لَوْلَا اشْتِعَالُ النَّارِ فِيمَا جاوَرَتْ
مَا كَانَ يُعرَفُ طِيبُ عُرْفِ الْعَوْدِ
Dan jika Allah ingin tersebarnya keutamaan yang tergulung
Dia bentangkan untuknya lisan orang yang dengki
Kalau bukan karena nyala api pada apa yang di dekatnya
Niscaya tak akan dikenal harumnya kayu gaharu
Orang yang dengki itu, tak ridha dgn qadha & qadar Allah l serta pembagian-Nya.
Al-Hasan Al-Bashri t menasihatkan: ”Wahai Bani Adam (manusia), mengapa engkau mendengki saudaramu? Kalau sesuatu yang diberikan kepadanya itu adalah kemuliaan baginya, maka mengapa engkau dengki kepada orang yang dimuliakan oleh Allah l? Dan kalau bukan, maka utk apa engkau dengki kepada orang yang tempat kembalinya adalah neraka?”3
Orang yang dengki adalah musuh bagi kenikmatan yang Allah l berikan.
‘Aun bin ‘Abdillah memberi nasihat kepada Al-Fadhl bin Al-Muhallab yang saat itu menjadi gubernur Wasith: ”Hati-hatilah, jauhilah olehmu sifat dengki. Karena yang mendorong anak Adam membunuh saudaranya adalah ketika dia dijangkiti rasa dengki kepada saudaranya.”
Iri & dengki adalah kezaliman. Karena dia mengharapkan hilangnya nikmat yang Allah l berikan kepada seseorang.
Dengki4 ini asalnya diharamkan, kecuali pada dua tempat, sebagaimana disebutkan dlm sabda Nabi n:
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ؛ وَرَجُلٍ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh dengki kecuali pada dua hal; seseorang yang Allah beri harta lalu dipakai utk dihabiskan di jalan al-haq; & seseorang yang diberi Allah hikmah lalu dia memutuskan dgn hikmah itu & mengajarkannya.”5
Dengki adalah penyakit berbahaya yang pernah menjangkiti bangsa manusia sebelum kita. Rasulullah n bersabda:
دَبَّ إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمُ الْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ، لاَ أَقُولُ تَحْلِقُ الشَّعَرَ وَلَكِنْ تَحْلِقُ الدِّينَ
“Telah datang & menyebar kepada kamu penyakit umat manusia sebelum kamu; (yaitu) dengki & kebencian; yang ini merupakan pencukur. Saya tak katakan dia mencukur rambut, tetapi mencukur agama.”6
Ibnul Qayyim t mengatakan bahwa rukun kekafiran ada empat, yaitu:
- Kibr (sombong, merasa besar)
- Hasad (iri, dengki)
- Marah
- Syahwat7
Kibr ini, didefinisikan sendiri oleh Rasulullah n:
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Kibr (sombong) artinya ialah menolak kebenaran & meremehkan manusia.” (HR. Muslim)
Bersemayamnya sifat ini di dlm diri seorang manusia akan menjadi penghalang baginya utk tunduk.
Adapun hasad yang artinya adalah keinginan agar lenyapnya kenikmatan yang diperoleh orang lain, walaupun dia sendiri tak memperolehnya. Sifat ini akan menghalangi pemiliknya utk menerima & memberi nasihat.
Rasa marah akan menghalangi pemiliknya dari sifat adil & tawadhu’. Sedangkan syahwat akan menghalangi pemiliknya dari ibadah.
Maka, apabila kesombongan itu runtuh, mudahlah bagi seseorang utk tunduk. Jika sifat hasad ini lenyap niscaya mudahlah baginya menerima & memberi nasihat. Kemudian, apabila rasa marah ini runtuh, mudahlah dia bersikap adil & rendah hati (tawadhu’). Jika rukun syahwat ini juga runtuh maka mudahlah baginya utk bersabar, memiliki sifat ‘iffah (menjaga kehormatan dirinya), lebur dlm ibadah.
Hancur leburnya gunung-gunung dari tempatnya, lebih mudah dibandingkan lenyapnya keempat pilar ini dari mereka yang diuji dengannya. Terlebih lagi jika keempatnya telah menjadi watak atau kepribadian yang melekat & kokoh. Karena tak akan mungkin lurus suatu amal dikerjakan jika keempat hal ini bersemayam dlm hati seseorang. Jiwa tak akan menjadi suci dgn kekalnya keempat pilar ini.
Semakin dia bersungguh-sungguh (ijtihad) dlm beramal, maka keempat rukun ini justru merusak amalan tersebut. Bahkan seluruh kerusakan & kekurangan itu terlahir dari keempat perkara ini. Maka apabila keempatnya semakin kokoh tertanam di dlm hati niscaya dia akan memperlihatkan kebatilan sebagai suatu kebenaran, yang benar sebagai suatu kebatilan, yang ma’ruf dlm bentuk kemungkaran, & kemungkaran sebagai suatu yang ma’ruf. Dunia memang semakin dekat kepadanya, tetapi akhirat semakin jauh darinya.
Keempat rukun ini muncul dari kebodohan pemiliknya tentang Allah l (Rabbnya), & tentang keadaan dirinya. Sebab, kalau dia mengenal Rabbnya, melalui sifat-sifat & keadaan-keadaan-Nya Yang Maha Sempurna & Maha Mulia, mengenal pula keadaan dirinya yang penuh kekurangan, niscaya dia tak akan merasa besar (sombong, takabbur), marah & tak dengki kepada siapapun terhadap apa yang telah Allah l berikan kepadanya. Karena kedengkian itu hakikatnya merupakan salah satu bentuk permusuhan kepada Allah l, karena pelakunya tak senang dgn nikmat Allah l tercurah kepada hamba-Nya padahal Allah l mencintainya. Lalu dia ingin nikmat itu lenyap dari orang tersebut, padahal Allah l tak menyukai hal itu. Ini berarti dia menentang Allah l dlm qadha & qadar-Nya, cinta & benci-Nya.
Karena itulah, hakikatnya iblis menjadi musuh Allah l. Sebab, dosa yang dilakukannya berangkat dari sifat kibr & hasad.
Maka utk menumpas kedua sifat ini, adalah dgn mengenal Allah l & mentauhidkan-Nya, ridha kepada-Nya, & senantiasa kembali kepada-Nya. Sedangkan rasa marah, dicabut dgn mengenal keadaan jiwa kita sendiri, bahwasanya dia tak pantas serta tak berhak marah & membalas karena pribadi. Karena hal itu berarti dia mementingkan dirinya daripada Penciptanya. Sedangkan cara paling ampuh memperbaiki hal ini adalah dgn mengembalikannya utk merasa marah & ridha karena Allah l semata.
Adapun syahwat, obatnya adalah lurusnya ilmu & ma’rifat. Setiap kali dia membuka pintu syahwat ini, semakin terhalanglah dia dari ilmu & ma’rifat tersebut.
Terakhir, rasa marah. Seperti binatang buas, jika pemiliknya melepasnya, niscaya dia akan menerkam pemiliknya. Syahwat itu seperti api yang dinyalakan pemiliknya lalu membakar segalanya. Sedangkan kesombongan (kibr) seperti pemberontak yang menggulingkan seorang raja dari kekuasaannya. Kalau dia tak membinasakanmu, maka dia tentu mengusirmu dari dekatnya. Dan hasad, seperti permusuhan yang kita lancarkan kepada orang yang lebih kuat & berkuasa daripada kita.
Orang yang mampu mengalahkan syahwat & rasa marahnya, niscaya setan pun takut mendekati bayangan orang tersebut. Sebaliknya, orang yang dikalahkan oleh syahwat & rasa marahnya, maka dia justru takut kepada bayangan khayalnya sendiri.
Demikian uraian Ibnul Qayyim t.
Adapun Qabil, semakin panik. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap mayat saudaranya. Akhirnya dia memikul jenazah itu beberapa hari sampai Allah l kirim dua ekor gagak, lalu salah satunya mengorek tanah utk menutupi bangkai gagak lainnya.
Allah l berfirman:
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi utk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, apakah aku tak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.
Di dlm kisah ini terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil, di antaranya:
1. Rasulullah n bersabda:
وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Dan siapa yang melakukan satu sunnah yang buruk lalu diamalkan (orang lain) sepeninggalnya, maka dia menanggung dosanya & dosa orang-orang yang mengamalkan sunnah itu sepeninggalnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”8
Beliau n juga bersabda:
مَا مِنْ نَفْسٍ تُقْتَلُ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ اْلأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، ذَلِكَ بِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ
“Tidak ada satu pun jiwa yang terbunuh secara zalim melainkan atas Ibnu Adam yang pertama bagian dari darahnya. Karena dialah yang mula-mula melakukan sunnah (tuntunan/ contoh)pembunuhan.”9
Karena itu pula Allah l berfirman:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32)
2. Kejinya tindak pembunuhan & betapa besar hukumannya di sisi Allah l, bahkan Allah l berfirman:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dgn sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya & Allah murka kepadanya, & mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa’: 93)
Di dlm hadits shahih, Rasulullah n bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Sungguh, lenyapnya dunia ini lebih ringan atas Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.”10
Karena Allah l menciptakan dunia ini untuknya agar dia melintasinya menuju kampung akhirat & menjadikan dunia ini sebagai ladang. Sehingga, siapa yang melenyapkan orang yang dunia ini diciptakan untuknya, berarti dia sedang berusaha utk melenyapkan dunia.
Di dlm sebuah hadits, Nabi n bersabda:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada satu dosa yang lebih pantas disegerakan Allah hukumannya di dunia bersamaan dgn apa yang Allah persiapkan utk pelakunya di akhirat, daripada kezaliman & memutuskan silaturrahmi.”11
Sementara kedua dosa ini dilakukan oleh Qabil terhadap Habil. Dia melakukan kezaliman dgn membunuh Habil saudara kandungnya serta memutuskan silaturrahmi.
3. Hasad (dengki) itu sudah ada dlm di dlm diri manusia.
Al-Hasan Al-Bashri t mengatakan: ”Tidak ada satu jasad pun melainkan ada hasad di dalamnya.” Akan tetapi orang yang beriman tentu berusaha menjauhinya, karena yakin akan kejelekannya.
Alangkah tepat ungkapan ini:
أَلاَ قُلْ لِمَنْ بَاتَ لِي حَاسِدًا
أَتَدْرِي عَلَى مَن أَسَأْتَ الْأَدَبَ
أَسَأْتَ عَلَى اللهِ سُبْحَانَهُ
لِأَنَّكَ لَمْ تَرْضَ لِي مَا وَهَبَ
Ingatlah, katakan kepada yang bermalam dlm keadaan hasad kepadaku
Tahukah engkau kepada siapa sesungguhnya engkau berbuat kejelekan?
Engkau berbuat jelek kepada Allah Subhanahu
Karena sesungguhnya engkau tak ridha terhadap apa yang diberikan-Nya kepadaku
Memang, karena hal itu menunjukkan dia menentang qadha & qadar Allah l, menyia-nyiakan dirinya serta benci kepada karunia Allah l yang diberikannya kepada seseorang.
Allah l berfirman:
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab & Hikmah kepada keluarga Ibrahim, & Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (An-Nisa’: 54)
4. Adanya cobaan di antara sesama saudara jika yang satu dilebihkan dari yang lain.
Inilah yang menjadi salah satu penyebab kedengkian. Sebab lainnya di antaranya hidup berdampingan, bertetangga, persaingan, berdampingan dlm segala hal. Seorang pedagang kaki lima dgn pedagang lainnya. Salah satu dari mereka dengki kepada lainnya. Begitu pula wanita-wanita yang dimadu, dengki kepada madunya, kecuali mereka yang dirahmati Allah l. Kemudian cinta kedudukan, jabatan tinggi yang diperebutkan oleh mereka yang berlomba meraihnya. Masing-masing dengki kepada saingannya sehingga saingannya tak berhasil menduduki jabatan tersebut. Kedengkian inilah yang menjadi sebab kenifaqan ‘Abdullah bin Ubai bin Salul.
Oleh karena itu, wajib atas setiap orang yang dihinggapi penyakit ini bertaubat kepada Allah l, berlindung kepada-Nya ketika hawa nafsunya mendorongnya utk berbuat keji terhadap orang yang dihasadinya. Bahkan dianjurkan utk dia banyak melakukan kebaikan terhadap orang yang dihasadinya. Mudah-mudahan Allah l melindungi kita dari penyakit yang berbahaya ini. Membersihkan hati kita dari semua kekotorannya sehingga kita bertemu dgn Allah l betul-betul dlm keadaan membawa hati yang selamat.
1 Penamaan Habil & Qabil bagi kedua putra Adam ini, berasal dari nukilan para ulama dari Ahli Kitab, & tak ada satu pun nash Al-Qur’an menerangkannya, demikian pula sunnah yang tsabit (shahih). Sehingga kita tak bisa memastikannya begitu saja. Lihat ‘Umdatut Tafsir Syaikh Ahmad Syakir (4/123). Tetapi utk sekadar memudahkan kita memahami alur cerita, kita sebut juga kedua nama tersebut, semoga dimaklumi.
2 Al-Qurthubi mengatakan: “Ulama kita menyatakan bahwa dlm syariat kita dibolehkan utk membela diri, secara ijma’. Namun tentang wajib atau tidaknya, ada perbedaan pendapat. Yang benar adalah wajib membela diri, karena di dalamnya terkandung nahi munkar (melarang dari kemungkaran).” (ed)
3 Lihat Al-Lubab fi ‘Ulumil Kitab 7/282.
4 Dalam masalah ini, diistilahkan oleh ulama dgn ghibthah.
5 HR. Al-Bukhari & Muslim dari Ibnu Mas’ud z.
6 HR. At-Tirmidzi & lainnya, dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dlm Al-Irwa’ (2/290).
7 Lihat Al-Fawaid (hal. 174-176), dgn sedikit perubahan.
8 HR. Muslim
9 HR. Al-Bukhari (2/79) & Muslim (3/1303).
10 HR. At-Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar c, dishahihkan oleh Al-Albani dlm Shahihul Jami’ no. 5077.
11 HR. At-Tirmidzi dari Abu Bakrah z, dishahihkan oleh Al-Albani dlm Shahihul Jami’ no. 5704.