TAUHID ( Kisah terjadi di Zaman Nabi Ibrahim as )



Sekitar 4.000 tahun lalu, ketika Nabi Ibrahim prihatin melihat penguasa dan masyarakatnya yang tak kunjung mengerti kesesatan jalan hidup yang ditimbulkan berhala-berhala yang disembah mereka selain Allah Ta’ala.
Dakwah dan nasehat tak kunjug didengar dan dimengerti. Ibrahim mencoba masuk ke dalam persoalan itu agak lebih dalam, yakni menghancurkan semua patung itu, kecuali yang terbesar ia tinggalkan berdiri.
Tujuannya tak lain agar dapat kesempatan berdialog dengan lebih terbuka dengan para pemuja patung-patung itu. Ibrahim akan berdialog dengan logika sederhana dan sangat mudah dimengerti oleh siapa saja yang mempunyai sedikit intelektualitas dan fitrah yang masih bersih.
Dengan demikian Ibrahim berharap bahwa para penguasa dan masyarakatnya sadar akan kekeliruan fatal yang mereka lakukan dalam kehidupan dunia yang sementara ini yang berefek buruk di akhirat nan abadi.
Target Ibrahim untuk berdialog itu tercapai, namun hasilnya nihil. Ibrahim belum berhasil mengetuk hati nurani dan pikiran kaumnya untuk menyadari kebatilan yang mereka yakini dan sembah selama ini dan kemudian kembali kepada fitrah manusia sejati, yakni mentauhidkan Rabbul ‘Izzah yang menjadi misi utama dakwah Ibrahim dan para Nabi Allah lainnya.
Sebaliknya, sebuah lelucon dan cara berfikir yang tidak bermutu dipertontonkan oleh penguasa dan masyarakat Ibrahim yang sudah kecanduan menyembah berhala.
Bagaimana tidak? Saat mereka mendengar jawaban Ibrahim terkait tuduhan penghancuran patung-patung itu seperti, “Ia berkata : Bukankah yang besar itu yang melakukannya? Tanya saja mereka jika mereka bisa bicara”. {QS. Al-Anbiya’ : 63}.
Mereka malah berkata : “Kemudian mereka menundukkan kepala mereka, (tertegun sejenak sambil berkata), Andakan tahu mereka tidak bisa bicara?”. Nah, saat itulah esensi pesan yang akan disampaikan Ibrahim mendapatkan momen terbaiknya. Lalu Ibrahim berkata : “Loh, kenapa kalian menyembah (tuhan-tuhan) selain Allah yang tidak bisa memberi manfaat dan mudarat pada kalian sedikitpun? Celakalah kalian dan apa saja yang kalian sembah selain Allah. Apakah kalian tidak berakal?”. {QS. Al-Anbiya’ : 66 & 67}
Mendengar argumentasi Ibrahim yang sangat sederhana namun memiliki makna yang dalam dan kejujuran fitrah itu bukannya mereka sadar, melainkan panik dan kehilangan akal serta kendali diri sambil berkata : “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian (tuhan kok dibantu?) jika kalian benar-benar hendak berbuat (sesuatu terhadap tuhan-tuhan kalian itu)”. {QS. Al-Anbiya’ : 68}.
Inilah bentuk kebodohan dan ketumpulan hati, pikiran dan fitrah orang-orang yang sudah menikmati ubudiah (pengabdian) kepada berhala. Bersikap frontal, ekstrim dan bahkan melakukan teror terhadap para Nabi dan pengikut mereka yang setia mendakwahkan ajaran tauhid dan keimanan. Kondisi seperti itu terekam sepanjang sejarah para Nabi dan Rasul, tak terkecuali saat Nabi Muhammad Saw. diutus menjadi Rasul akhir zaman. Kasus berhalaisme sepanjang zaman sama saja, kendati para pelakunya berbeda.
Memang, secuil fakta di atas terjadi lebih dari 4.000 tahun lalu. Bagaimana pula kondisi sekarang di mana kita hidup di abad 21 yang sedang mengalami revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi super canggih ini?
Di samping itu, sebagian gerakan dakwah sudah pula memasuki era politik praktis dan mencicipi sebagian kecil kekuasaan dan kenikmatan dunia. Di mana letak berhalaisme di abad 21 ini? Apakah memang ada atau tidak?
Sebelum kita masuk kepada fenomena berhala abad 21, ada tiga hal penting yang perlu kita garis bawahi agar kita bisa melihat fenomena berhalaisme abad 21 ini dengan nyata :
Pertama, kondisi intelektualitas, fitrah dan mentalitas para penguasa dan masyarakat yang sudah terjerumus ke dalam kubangan berhalaisme adalah bermasalah, bahkan sudah rusak sehingga tidak bisa lagi mencerna al-haq atau kebenaran yang dibawa para Nabi dan Rasul.
Kedua, kerusakan intelektualitas, fitrah dan mental tersebut melahirkan tindakan ektrim dan bahkan terorisme terhadapa para pembawa al-haq tersebut, kendati terhadap para Nabi dan Rasul yang berakhir pada konspirasi pengusiran dan pembunuhan terhadap mereka.
Ketiga, berhala-berhala itu lahir sebagai rekaan khayalan para penganut berhalaisme, kemudian diteruskan begitu saja oleh generasi berikutnya sebagai tradisi. Bicara soal patung, paling maksimal patung-patung itu diterima akal sehat hanya pantas sebagai hiasan dan dijadikan mainan atau boneka anak-anak, bukannya dianggap tuhan yang memberi manfaat dan mudarat sehingga pantas pula disembah. Secara logika sehat dan fakta, mustahil bukan?
Namun, dibalik mempertuhankan patung-patung itulah para penguasa dan pengusaha memperoleh kenikmatan dunia berupa harta, tahta dan wanita. Bagi masyarakat awam, dengan mengabdi kepada patung-patung itulah mereka menemukan ketentraman jiwa yang palsu yang sesungguhnya mereka mengabdi kepada penguasa dan tokoh masyakat yang berpengaruh saat itu.
Kalau kita cermati dengan baik tiga poin tersebut di atas, maka terlihat dengan jelas kesamaan kondisi zaman Nabi Ibrahim 4.000 tahun lalu (dan juga saat Nabi Muhammada Saw. diutus jadi Rasul), dengan zaman sekarang; abad 21. Bahkan berhala di abad 21 ini lebih berfariasi. Kesamaan kondisi tersebut memperjelas bagi kita akan keberadaan berhala-berhala abad 21 dengan nyata. Di antaranya :
1. Berhala hukum dan sistem hidup (undang-undang).
Di zaman Ibrahim dan juga saat para Nabi lain diutus Allah, hukum yang berlaku dan menjadi sistem hidup adalah tradisi-tradisi dan undang-undang peninggalan nenek moyang, kendati sama sekali tidak berdasarkan wahyu dari Allah dan tidak pula berdasarkan ilmu yang benar.
Di zaman sekarang juga sama, yang menjadi aturan dan undang-undang yang mengatur kehidupan kaum Muslimin adalah peninggalan nenek moyang, bahkan dari Yunani kuno seperti demokrasi, dari penjajah Eropa seperti Belanda, Inggris, Prancis dan sebagainya, maupun berasal dari wilayah lokal. {QS. Al-Maidah/5 : 104, Yunus/10 : 78 dan Luqman/31 : 21}. Menurut Allah, sebagai Tuhan Pencipta mereka, bahwa manusia yang tidak mau berhukum kepada hukum dan peraturan ciptaan Allah adalah kafir, zhalim (syirik) dan fasik serta jahiliyah. {QS. 5 : 44, 45, 47 dan 50}
Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. QS. Al-Maidah/5 : 104
. Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami dapati nenek moyang kami mengerjakannya[702], dan supaya kamu berdua mempunyai kekuasaan di muka bumi?[703] Kami tidak akan mempercayai kamu berdua”. Yunus/10 : 78
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”. Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? Luqman/31 : 21
Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al Maidah: 44)
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim” (Al Maidah: 45)
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq” (Al Maidah: 47)
2. Berhala tokoh dan pemuka masyarakat.
Di zaman para Nabi, para tokoh dan pemuka masyarakat menjadi berhala yang disembah (ditaati) masyarakat. Para tokoh dan pemuka itu akan menjadi berhala-berhala tatkala masyarakat mengikuti dan mentaati mereka dalam memusuhi dan melawan para Nabi serta ajaran Tauhid mereka.
Hampir mayoritas para tokoh dan pemuka masyarakat pada waktu para Nabi ditus Allah, baik formal seperti Namrud dan Fir’aun, maupun yang informal seperti orang Azar (ayah Ibrahim), anak dan istri Nabi Nuh, Istri Nabi Luth, Qarun, Haman, Samiri, Abu Lahab, Abu Jahal dan sebagainya, menjadi otak pembangkangan terhadap para Rasul Allah.
Dalam Al-Qur’an, para tokoh dan pemuka masyarakat seperti itu disebut dengan istilah “al-Mala’”. Sedangkan sifat mereka yang menonjol disebut “al-Mutrafun”(orang-orang yag berfoya-foya hidupnya), “Al-Mustakbirin” (orang-orang yang sombong karena menolak ajaran Tauhid dan kebenaran yang dibawa para Nabi) dan “Akabir Al-Mujrimin (konspirator-kospirator ulung).
Yang menarik adalah, penolakan mereka terhadap ajaran Tauhid para Nabi itu bukan karena mereka tidak faham, melainkan karena ketakutan atas kehilangan kekuasaan, jabatan, harta dan berbagai bonafiditas jahiliyah lainnya seperti status sosial, menjadi orang terhormat dan sebagainya.
Sebab itu mereka menuduh para Nabi dengan berbagai tuduhan yang sangat buruk, seperi gila, tukang sihir, perusak negeri (teroris) dan sebagainya, dan bahkan sampai melakukan konspirasi pengusiran dan pembunuhan.
Di zaman sekarang, kita juga melihat dengan nyata tidak sedikit para tokoh dan pemuka masyarakat, baik formal maupun informal yang menolak mentah-mentah ajaran Tauhid para Nabi, khususnya syari’at Nabi Muhammad Saw dan menuduh para penyerunya dengan berbagai tuduhan seperti ektrimis, fundamentalis, teroris dan sebagainya, bahkan memerangi mereka dengan undang-undang yang diciptakan.
Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata”. {QS. Al-A’raf / : 60,
Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta.” “. {QS. Al-A’raf / : 66,
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: “Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya”. “. {QS. Al-A’raf / : 75,
Pemuka-pemuka dan kaum Syu’aib yang menyombongkan dan berkata: “Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, atau kamu kembali kepada agama kami”. Berkata Syu’aib: “Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?” “. {QS. Al-A’raf / : 88,
Pemuka-pemuka kaum Syu’aib yang kafir berkata (kepada sesamanya): “Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syu’aib, tentu kamu jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang merugi”. “. {QS. Al-A’raf / : 90
Pemuka-pemuka kaum Fir’aun berkata: “Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, “. {QS. Al-A’raf / : 109
Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir’aun (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkan kamu serta tuhan-tuhanmu?”. Fir’aun menjawab: “Akan kita bunuh anak-anak lelaki mereka dan kita biarkan hidup perempuan-perempuan mereka; dan sesungguhnya kita berkuasa penuh di atas mereka”. “. {QS. Al-A’raf / : 127
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. Hud/11: 27
Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.” Yusuf/12: 43.
Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Al-Mukminun/23 : 24
Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: “(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Mukminun/23 : 33,
Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun[1149] dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. An-Naml/27 : 29 dan
Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth”. Para malaikat berkata: “Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). An- An-Naml/27 :32,
Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: “Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu Al-Qashash/28 : 20
Musa menjawab: “Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang zalim”. Al-Qashash/28 : 37
Pengikut-pengikut mereka menjawab: “Sebenarnya kamulah. Tiada ucapan selamat datang bagimu, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab, maka amat buruklah Jahannam itu sebagai tempat menetap”. Shad/38 : 60}
3. Berhala Pemuka Agama (Ulama).
Di zaman sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus, khususnya di kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), terjadi penghambaan dan ibadah kepada para pemuka agama (Ulama).
Ibnu Katsir menjelaskan: Ketika ‘Adi Ibnu Hatim, seorang Kristen datang ke Madinah menemui Nabi Muhammad Saw. sedangkan di lehernya terdapat kalung salib dari perak. Lalu Rasul Saw, membaca surat Attaubah ayat 31: “Mereka menjadikan Ahbar (Ulama Yahudi) dan Ruhban (Ulama Nasrani) sebagai tuhan yang disembah…”. Lalu ‘Adi berkata : Mereka itu bukan menyembah para ulama itu… Nabi menjawab : Benar, mereka mengharamkan apa yang dihalalkan (Allah) dan menghalalkan apa yang diharamkan (Allah), lalu mereka (masyarakatnya) mengikutinya, maka yang demikian itu adalah beribadah kepada mereka (para Ulama).
Imam Assa’dyi berkata : Mereka meminta nasehat (pendapat kepada tokoh-tokoh agama dan pada waktu yang sama mereka meninggalkan Kitabullah. Yang demikian itu juga termasuk mengabdi dan menyembah kepada mereka.
Saat ini kita menyaksikan betapa banyak manusia, khususnya kaum muslimin yang hanya mengandalkan pendapat para ulama dan tokoh mereka dalam berbagai masalah agama dan kehidupan dan tidak mau merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasul Saw. dengan dalih mereka adalah orang-orang yang baik dan paham agama.
Padahal kalau kita pelajari dengan baik, pendapat dan fatwa mereka banyak sekali yang bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul Saw, seperti masalah hukum (halal dan haram), undang-undang, politik, pemerintahan, kepemimpinan, wala’ (loyalitas), baro’ (disloyalolitas) dan sebagainya.
4. Berhala Partai dan kelompok atau Jama’ah.
Berhala macam ini mirip dengan berhala pemuka agama (Ulama), yakni sudah ada sejak masa para Nabi terdahulu. Partai atau kelompok (jama’ah) akan menjadi berhala bagi para anggota dan pengikutnya bila partai, kelompok atau jamaah itu sudah tidak lagi mengikuti kitabullah dan sunnah Rasul Saw. dalam tujuan, prinsip, asas, strategi, cara, program dan sebagainya, kendati hanya sebagiannya saja.
Dalam Al-Qur’an, partai itu hanya terbagi dua; Partai Allah. Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] itulah yang pasti menang. {Al-Maidah/5 : 56
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. Al-Mujadilah/58 : 22 }
dan Partai Setan
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.{Al-Mujadilah/58 : 19}.
Di antara ciri-ciri Partai Allah ialah : loyalitas penuh pada Allah, Rasul dan Orang beriman
“Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] itulah yang pasti menang. {Al-Maidah/5 : 56},
tidak berkasih sayang (apalagi berkoalisi) dengan orang-orang yang membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya kendati mereka itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara dan keluarga mereka sendiri
“ Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung. {Al-Mujadilah/58 : 22}.
Sedangkan di antara kriteria partai Setan itu ialah : Program kerja dan strateginya didominasi oleh setan sehingga tidak lagi ingat Allah dan Kitab-Nya
“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.{Al-Mujadilah/58 : 19}.
Jadi, setiap partai, kelompok atau jama’ah yang tidak mengikuti ajaran Islam secara total atau mengandung unsur durhaka kepada Allah, kendati hanya sebagian saja, berarti partai, kelompok atau jama’ah tersebut telah mengikut langkah setan dan mentaatinya. Ketaatan kepada setan tersebut dalam Al-Qur’an disebut “menyembah setan”.
Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”. {QS.Maryam/19 ; 43 – 45}.
Berdasarkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, kita dapat memahami bahwa saat ini tidak sedikit partai yang sudah menjadi berhala-berhala yang disembah (ditaati) oleh para anggota dan pengikutnya. Hal tersebut disebakan tidak lain adalah karena menganggap dan meyakini kebenaran semua yang dirumuskan dan dijalankan partai adalah kebenaran yang tidak boleh dipertanyakan atau didiskusikan.
Padahal, banyak sekali yang bernuansa durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya serta berbau ketaatan kepada setan, seperti mencintai dan memberikan wala’ kepada para pembakang Allah dan Rasul-Nya, meyakini dan menerapkan sistem jahiliyah dalam kehidupan dan sebagainya.
Sesungguhnya berhala-berhala abad 21 ini tidak kalah banyaknya dengan berhala-berhala kuno zaman dahulu, bahkan cenderung bervariasi dan muncul dengan tampilan yang sangat halus dan menipu.
Menurut hemat kami, empat macam berhala abad 21 seperti yang dijelaskan di atas, merupakan berhala-berhala yang paling berbahaya bagi keimanan kaum Muslimin dan tegaknya syri’at Islam di negeri mereka. Semoga Allah selalu memelihara iman dan kepahaman kita. Amin.
Antara Wali Allah dan Wali Setan
oleh Ustadz Fathuddin Ja’far, MA
Pertama-tama, marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan….
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad Saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad) Saw. ( Al-Ahzab : 56)
Dalam masyarakat kita, istilah wali Allah (Waliyyullah) sudah tidak asing lagi. Bahkan ada sembilan tokoh dan ulama Islam yang dimasukkan ke dalam kategori waliyullah tersebut yang terkenal dngan sebutan ‘WalI Songo”. Sampai hari ini, sebagian masyarakat kita masih mengagungkan mereka, kendati dengan cara yang keluar dari tuntunan Islam seperti datang ke kuburan mereka sambil meminta berkah, harta, panjang umur dan sebagainya, baik permintaan itu secara langsung kepada mereka maupun dengan cara tawassul (perantara).
Adapun istilah wali setan (waliyusy-syaithan) masih jarang dibahas dan dijelaskan dalam masyarakat. Padahal, untuk mengetahui apakah seseorang itu benar waliyullah, maka perlu dikomparasikan (dibandingkan) dengan wali setan. Karena karakter, sifat, prilaku dan gaya hidup wali Allah itu memiliki ciri-ciri tersendiri dan bertolak belakang dengan karakter, sifat, prilaku dan gaya hidup wali Setan.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan secara rinci sifat, karakter dan gaya hidup wali Allah dan wali setan itu, agar kita, kaum Muslimin, dapat memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan wali Allah itu dan tidak salah kaprah dalam mengikuti dan menempatkan seseorang. Sebab, bisa saja wali Allah kita yakini dan sikapi sebagai wali setan, sedangkan wali setan kita tempatkan dan sikapi sebagai wali Allah. B
Bila hal tersebut terjadi, jalan hidup kita akan kacau berantakan dan keluar dari ketentuan Allah dan teladan Rasulullah Saw. Oleh sebab itu, memahami perbedaan antara wali Allah dan wali setan itu sangatlah penting, apalagi kita hidup di akhir zaman sekarang ini yang mana setan benar-benar mendominasi karakter, sifat dan gaya hidup manusia.
Dalam Al-Qur’an terdapat 36 ayat yang terkait dengan ‘wali’ tersebut. Dari 36 ayat itu terdapat kata awliya’ (dalam bentuk jamak/plural) sebanyak 33 kali dan dalam bentuk mufrad /tunggal(wali) terdapat 5 kali, yakni pada surat Al-Baqarah : 257
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Al-Maidah : 55
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
As-Syura : 9 dan 28,
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.
Musa berkata: “Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal
dan Al-Jasyiyah : 19.
Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah. Dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.
Dari 38 kali sebutan wali (dalam bentuk jamak dan tunggal) itu Allah menjelaskan kepada kita bahwa pengertian wali itu ialah orang yang mengikuti jalan hidup.
Jika ia mengikuti jalan hidup yang diturunkan Allah melalui rasul-Nya, maka orang tersebut disebut waliyullah (wali Allah). Sebaliknya, jika orang tersebut mengikuti jalan hidup setan, baik dari kalangan jin maupun manusia, maka ia disebut waliyyusy-yaithan (wali setan). Mereka juga disebut Al-Qur’an Ikhwanusy-syayathin (saudara-saudara setan).
Sebab itu, karakter, sifat, prilaku dan gaya hidup manusia itu hanya terbagi dua, yakni yang mengambil dari hidayah (petunjuk) Allah dan yang mengambil dari setan. Anehnya, mereka yang mengambil dan meniru jalan hidup setan itu menduga mereka mendapat hidayah. Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an :
Sebahagian diberi-Nya (Allah) petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk. (Al-A’raf : 30)
Perbedaan karakter, sifat dan prilaku tersebut sesungguhnya disebabkan perbedaan jalan hidup yang ditempuh, baik terkait keimanan, keyakinan maupun sistem hidup. Sebab itu, jalan hidup (manhajul hayah) manusia itu pada hakikatnya hanya terbagi dua; jalan Allah atau disebut dengan Islam dan jalan setan, yakni selain Islam sebagaimana yang Allah firmankan :
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah : 208)
Kaum Muslimin rahimakumullah….
Di antara karakter, sifat dan prilaku wali Allah adalah :
1. Beriman sepenuhnya pada Allah, baik sebagai Tuhan Pencipta, Tuhan yang pantas disembah dan Tuhan yang menciptakan semua sistem hidup yang diturunkan-Nya, serta menjadikan Allah sebagai Pelindung/Penolong dalam menghadapi berbagai persoalan dan cobaan hidup. Allah berfirman :
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah : 257)
2. Bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, yakni menjalankan semua perintah yang Allah jelaskan dalam Al-Qur’an dan dijelaskan pula oleh Rasul Saw. Pada waktu yang sama, meninggalkan apa saja larangan yang tertuang dalam Al-Qur’an dan dalam Sunah Rasul Saw. Allah menjelaskan :
Sesungguhnya mereka (yang tidak mengikuti syari’at/sistem Allah) sekali-kali tidak akan dapat menolak dari (keberadaan)kamu (Muhammad) sedikitpun dari siksaan Allah. Dan Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah wali (Pelindung) orang-orang yang bertakwa. (Al-Jatsiyah : 19)
3. Ikhlas dalam beribadah, tidak menciptakan tawassul (perantara) dalam beribadah dan berdoa kepada Allah, ikhlas pula menjalankan agama Allah , yakni Islam serta sesuai dengan yang tertuang dalam Al-Qur’an. Allah berfirman :
Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya (2) Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami (tawassul) kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (3) (Azzumar : 2-3)
4. Tidak menjadikan musuh Allah dan musuh Islam, yakni orang kafir, sebagai teman setia, penolong dan pelindung, apapun agama mereka, baik yang berada dalam negeri Islam maupun yang diluar dan tidak pula mencintai mereka.
Dengan kata lain, tidak berkolaborasi /berkoalisi dengan orang kafir dalam menjalankan dan menegakkan agama Allah, khususnya jika landasan kolaborasi/koalisi itu bertentangan dengan nilai dan ajaran Islam, baik secara akidah, syari’ah maupun akhlak, atau jika posisi tawarnya saat berkolaborasi itu lemah dan tidak lebih kuat sehingga dapat dipaksa untuk melakukan pelanggaran ajaran-ajaran Alllah, baik secara akidah, syari’ah maupun akhlak. Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.)1) Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan menggunakan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir.(2) Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tiada bermanfaat bagimu pada Hari Kiamat. Dia (Allah) akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(3) Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri (baro’) dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah.” (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. (4) “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah (kejahatan) bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (5) Al-Mumtahanah : 1-5).
5. Memberikan loyalitas hanya kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman dan tidak memberikan loyalitas itu kepada orang kafir dan menjadikan mereka sebagai penolong, apapun agama mereka. Allah menjelaskan :
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). (55) Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (partai) Allahitulah yang pasti menang.(56) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu (Yahudi dan Nasrani), dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (57) (Al-Maidah : 55-57)
6. Tidak menjadikan orang-orang Yahudi atau Nasrani sebagai pemimpin. Allah menjelaskan :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. (51) Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi, Nasrani dan Musyrikin), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.(52) Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: “Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. (53) Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (54) (Al-maidah : 51 – 54)
Kaum Muslimin rahimakumullah….
Adapun sifat, karakter dan prilaku wali setan secara umum berlawanan dengan sifat, karakter dan prilaku wali Allah, sebagaiman yang dijelaskan sebelumnya. Di antara yang paling menonjol ialah :
1. Tidak beriman sepenuhnya pada Allah, baik sebagai Tuhan Pencipta, Tuhan yang pantas disembah dan Tuhan yang menciptakan semua sistem hidup untuk manusia yang diturunkan-Nya, serta tidak menjadikan Allah sebagai Pelindung/Penolong dalam menghadapi berbagai persoalan dan cobaan hidup. Sebab itu mereka mudah ditipu setan. Allah berfirman Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia (setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.(Al-A’raf : 27)
2. Berjihad, berdakwah dan beramal shaleh di jalan thaghut ( selain Allah dan selain sistem-Nya) dan dengan tujuan selain ridha Allah. Allah berfirman :
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan setan itu, karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (Annisa’ : 76).
3. Mencari izzah (kekuatan), harga diri dan status sosial dari selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin. Allah menjelaskan :
Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (Annisa’ : 139)
4. Cenderung (bergaul dan ridha) kepada orang-orang zhalim, baik zhalim dalam konteks keimanan (melakukan syirik) maupun zhalim dalam konteks hukum dan pergaulan. Allah menjelaskan :
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zhalim(bergaul dengan mereka serta meridhai perbuatannya) yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. (Hud : 113)
5. Takut mati dan cinta dunia. Hal tersebut disebabkan panjangnya angan-angan dunia dan banyak dosa yang dilakukan. Allah menjelaskan :
Katakanlah: “Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mengklaim bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (6) Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zhalim (7) (Al-Jumu’ah : 6 -7)