Hari itu, ya hari itu, tepat hari Jumat didepan Ayahmu, aku sah menjadi seorang suami dari seorang wanita yang cantik jelita. Penutup kepala yang engkau pakai hingga menutupi sebahgian tubuhmu menambah kemewahan cintaku padamu, Sungguh tak pernah ku harap di anugrahi kekasih sepertimu. Ku sebut, engkau bidadari surga yang dititip Tuhan untukku.
Masih ingat di benakku, pertama kali aku melihatmu di bandara moh.hatta untuk terbang menuju bandara yang ada di Makassar. Cincin ini belum melingkar dijariku, engkau duduk dikursi tunggu persis di ssudut dinding, melihatmu sedang membaca sebuah buku islam. Aku tak berani mengganggumu, aku hanya melihatmu dari kejauhan, mengagumi keelokan pakaianmu, mengagumi keteguhanmu diantara kejamnya dunia modern. Subhanallah.
Tujuan kita satu yaitu menaiki burung besi bermerek garuda itu, menuju makassar. Aku berniat Menyelesaikan pekerjaanku yang sempat terbengkalai beberapa hari. Pesawat akan terbang dalam waktu 10 menit, aku lihat engkau beriringan dengan seorang lelaki separuh baya, aku rasa umurnya 50 tahun, memakai jubah coklat gelap berjalan didepanmu membawa koper kecil. Mungkin itu ayahmu, fikirku saat itu.
Aku akan menetap di makassar selama 1 tahun, aku bertanggungjawab disalah satu perusahaan komputer yang ada di Makassar sebagai meneger pengganti. Penerbangan menuju Makassar membutuhkan waktu dua jam. Aku hanya duduk melihat awan dari jendela pesawat. Mengagumi ciptaan Tangan ajaib Tuhan. Aku berharap, suatu saat kita bisa bertemu lagi.
Setibanya di bandara Makassar, aku berjalan tepat dibelakang lelaki separuh baya yang sedari tadi bersamamu, memegang erat tanganmu, berjalan lumayan cepat, mungkin ada kepentingan yang harus diselesaikan. Natahlah!!!
Perasaanku tak bisa disalahkan. Mungkin aku menyukaimu. Dengan cepat aku memotong jalan lelaki separuh baya itu, sembari menyapa “assalamui’alaikum pak”, “Waaliakumussalam” jawab lelaki separuh baya itu. Aku lihat engkau ikut tersenyum kepadaku.
Waktu itu berlalu sangat cepat, aku harus segera berangkat menuju perusahaan, karena ada surat surat yang harus ditandatangani. Perjalanan menuju kantor, aku merasa ingin mengulang kembali kisah yang teramat singkat tadi, bertemu seorang putri yang senang dengan islamnya.
Belum genap satu bulan aku menginjakkan kaki di tanah Makassar, aku masih saja mengagumimu dari kejauhan mata, meski engkau tak terlihat di hadapanku. Aku berdoa, jika Allah mengizinkan pertemuan itu kembali, dan dengan kehendakNya pula, aku ingin menjadikanmu seorang bidadari nyata bagi diriku, bukan sekedar khayalan belaka. Insyaallah.
Tidak perlu waktu lama, sebulan aku dimakassar, aku bertemu dengan lelaki separuh baya yang pernah ku lihat dia bersamamu dibandara, ia mampir di toko komputer milik perusahaan kami. Aku langsung melayaninya dengan hormat. Aku ingat ketika pertama kali menyapanya di bandara. Mungkin ini gerakan Tuhan untuk melanjutkan niatku terhadapmu.
Aku menggunakan kesempatan ini dengan baik, pertemuan kedua kalinya dengan lelaki paruh baya itu yang ternyata adalah ayahmu menjadi langkah awalku mengenalimu.
Tiga bulan berjalannya taaruf ini, aku ingat tidak sampai lima kali kita bertatap muka, aku tau, ayahmu seorang imam di lingkungannya. Dan engkau adalah putri satu-satu miliknya. Malam itu aku bertemu dengan ayahmu, kami membicarakan tentang dirimu. Ayahmu ingin mengakhiri perjalanan taaruf ini dan memintaku untuk menyegerakan kedua orangtuaku menemuinya.