KISAH LENGKAP NABI ADAM

 

 

 (TINJAUAN TAFSIR FUTUHAT AL-ILAHIYAH))


1. SEJARAH PENCIPTAN NABI ADAM
"Dan ketika TuhanMu berfirman pada para malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Syekh Sulaiman bin Umar al `ajily Asy-Syafi`i dalam tafsirnya Futuhat al Ilahiyyah bit taudlihi tafsir Jalalain lid daqaiq al Khafiyyah menafsri ayat ini menyebutkan bahwa: Sebelum dihuni oleh manusia, bumi ini di tempati oleh makhluk yang bernama Banul Jan (Banul jan adalah nenek moyang jin, seperti halnya Adam adalah Abul Basyar, bapak/leluhur mereka adalah iblis ataupun makhluk lain yang dinamakan Abul jan, karena sesungguhnya Iblis adalah bapak para syaithan seperti yang diceritakan Allah dalam surat al Hijr).

Mereka (Banul Jan) selalu berbuat kerusakan dimuka bumi, saling berperang dan menumpahkan darah, maka Allah mengutus tentara dari golongan malaikat yang dipimpin oleh Iblis untuk mengusir mereka. Iblis adalah juru kunci surga yang diberi
kemudahan oleh Allah untuk beribadah, sesekali iblis beribadah kepada Allah di muka bumi, sesekali dilangit, sesekali di surga, maka ia merasa `ujub dan berkata dalam hatinya “Tidaklah Allah memberiku para (pasukan) malaikat ini kecuali sungguh aku malaikat yang paling mulia.
Kemudian Allah berfirman pada Iblis dan para tentaranya:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan makna khilafah (perihal menjadi khalifah) Nabi Adam. Ada yang mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok manusia yang pertama-tama datang ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan dan menumpahkan darah di dalamnya. 
Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah khalifatullah, dengan pengertian bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan Allah yang pertama.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw tentang Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi yang diutus?" Beliau menjawab: "Benar." Beliau ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa? Sementara di bumi tidak ada seorang pun?" Beliau menjawab: "Ia menjadi rasul bagi anak-anaknya."
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan sebagai utusanKu untuk menegakan hukum-hukum-Ku, yaitu Adam.
Mereka berkata:'Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menum­pahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ?' (QS. al-Baqarah: 30)

Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan membuat kerusakan dengan menuruti kekuatan syahwaniyyah dan ghadhabiyyah (setiap manusia manusia memiliki 3 kekuatan:syahwaniyyah, ghadhabiyyah dan aqliyyah, yang pertama dan kedua menjadikan kekurangan dan yang terakhir menjadikan kesempurnaan dan keutamaan). Dan mereka (manusia) memandang dengan yang pertama dan kedua serta melupakan yang terakhir.

Disebutkan pula mereka (manusia) membuat kerusakan dengan berbuat maksiat, yaitu dengan hasud, dzalim dan saling membunuh antara satu dengan yang lainnya seperti yang diperbuat banul jan.
Berkenaan dengan ayat tersebut, para mufasir memberikan komentar yang beragam. Dalam tafsir al-Manar disebutkan: "Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat ditafsirkan zahirnya. Sebab, dilihat dari ketentuan dialog (at-Takhathub) ia mengandung konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu mustahil bagi-Nya. Di samping itu, ia juga mengan­dung pemberitahuan dari-Nya kepada para malaikat yang kemudian diikuti dengan penentangan dan perdebatan dari mereka. Hal seperti ini tidak layak bagi Allah SWT dan bagi para malaikat-Nya. Saya lebih setuju untuk mengalihkan makna cerita tersebut pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami' li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah telah memberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah." Ketika Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-Baqarah: 30)
Mereka bertanya: "Apakah ini adalah khalifah yang Engkau ceritakan kepada kami bahwa mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, ataukah khalifah selainnya?" Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya para malaikat melalui fitrah mereka yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan dan kesucian, mereka mengira bahwa tasbih dan mengultuskan Allah adalah puncak dari segala wujud. Puncak ini terwujud dengan adanya mereka, sedangkan pertanyaan mereka hanya menggambarkan keheranan mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun juga."
Kita melihat bagaimana para mufassir berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah SWT menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka. Kedalaman Al-Qur'an sangat mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya dialogis, suatu gaya yang memiliki pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa Allah SWT berfirman:
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS. Fushshilat: 11)
Apakah seseorang membayangkan bahwa Allah SWT berbicara dengan langit dan bumi, dan bumi dan langit pun menjawabnya sehingga terjadi dialog ini di antara mereka? Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat. Allah SWT menggambarkan apa yang terjadi dengan gaya dialogis hanya untuk meneguhkan dalam pikiran dan menegaskan maknanya serta penjelasannya. Penggunaan gaya dramatis dalam kisah Nabi Adam mengisyaratkan makna yang dalam.
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud kepadanya, bukan dengan tujuan mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka. Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT  memberitahukan mereka bahwa Dia akan menjadikan seorang hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakkan di muka bumi dan menumpahkan darah di dalamnya. 
Lalu para malaikat yang suci mengalami kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari mereka? Apa rahasia hal tersebut, dan apa hikmah Allah dalam masalah ini? Kebingungan melaikat dan keinginan mereka untuk mendapatkan kemuliaan sebagai khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka tentang penghormatan Adam dengannya, dan masih banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah SWT segera menepis keraguan mereka dan kebingungan mereka, dan membawa mereka menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para malaikat, yang karenanya mereka dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak Allah. Kita tidak memba­yangkan terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat sebagai bentuk pengultusan terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-Nya. Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan dengan keinginan mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah SWT memberitahu mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat mulia di alam wujud, namun khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal itu. Ia membutuhkan karakter yang lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan lumrah baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dia­log yang terjadi dalam jiwa para malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini layak bagi para malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab, meskipun kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya serta penghormatan-Nya kepada mereka, semua itu tidak menghilangkan kedudukan mereka sebagai hamba Allah SWT di mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya yang tersembunyi, serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan baru, di mana dia berbeda dengan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah, dan dia pun berbeda dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya Nabi Adam akan menjadi ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang tinggi yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman: "Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku." (QS. adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut: "Liya'rifuun" (agar mereka mengenal Aku). Pengetahuan merupakan tujuan dari penciptaan manusia. Dan barangkali pendekatan yang terbaik berkenaan dengan tafsir ayat tersebut adalah apa yang disampaikan oleh Syekh Muhammad Abduh: "Dialog yang terdapat dalam ayat tersebut adalah urusan Allah SWT dengan para malaikat-Nya di mana Dia menggambarkan kepada kita dalam kisah ini dengan ucapan, pertanyaan, dan jawaban. Kita tidak mengetahui hakikat hal tersebut. Tetapi kita mengetahui bahwa dialog tersebut tidak terjadi sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh sesama kita, manusia."
padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ?' (QS. al-Baqarah: 30)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan: Yaitu dengan mengucapkan Subhaanallaah wabihamdih dan mensucikanMu dari apa yang tidak layak bagiMu, maka kami lebih berhak untuk dijadikan Khalifah daripada Bani Adam yang senang berbuat kerusakan, para malaikat lebih terjaga dari maksiat, tidak `ujub dan sombong. Disebutkan pula tasbih itu dengan taat dan ibadah dan taqdis dengan mengenal dzat, sifat dan af`al Allah.
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan: Yaitu lebih mengetahui tentang kemaslahatan Adam dengan dijadikannya khalifah, dan sesungguhnya keturunannya ada yang taat dan ada yang bermaksiat, maka nyatalah keadilan bagi mereka. 
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah menukil ucapan Imam Suyuthi dalam kitab takhbir fi ilmi tafsir menyebutkan bahwa usia Nabi Adam as adalah 960 tahun.
Ketika Allah hendak menciptakan Adam, Ia mewahyukan pada tanah/bumi: “Sungguh Aku akan menciptakan darimu makhluk, sebgaian dari mereka ada yang taat pada-Ku dan sebagian lagi ada yang bermaksiat kepada-Ku, siapa yang taat kepada-Ku maka Aku akan memasukannya kedalam surga, siapa yang durhaka pada-Ku akan kumasukan ke neraka”. Maka bumi berkata: Engkau akan menciptakan makhluk yang akan masuk neraka?. Allah berfirman:”Ya”, maka bumi menangis dan darinyalah memancar banyak mata air hingga hari kiamat. 
2. PENGETAHUAN ADAM TENTANG NAMA-NAMA BENDA
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al-Baqarah: 31)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan pula bahwa Allah mengajarkan Adam seluruh bahasa di dunia, tapi keturunannya berbeda-beda dalam bahasa dan Allah mengajari nama-nama benda sampai yang hina sekalipun juga dzat dan makna serta himah dibalik penciptaan benda tersebut.
Allah SWT memberinya rahasia kemampuan untuk meringkas sesuatu dalam simbol-simbol dan nama-nama. Allah SWT mengajarinya untuk menamakan benda-benda: ini burung, ini bintang, ini pohon, ini awan, dan seterusnya. Nabi Adam mempelajari semua nama-nama tersebut. Yang dimaksud dengan nama-nama di sini adalah ilmu dan pengetahuan. Allah SWT menanamkan pengetahuan yang luas dalam jiwa Nabi Adam dan keinginan yang terus mendorongnya untuk mengetahui sesuatu. Hasrat untuk menggali ilmu dan belajar juga diwariskan kepada anak-anaknya Nabi Adam. Inilah tujuan dari penciptaan Nabi Adam dan inilah rahasia di balik penghormatan para malaikat kepadanya.
Setelah Nabi Adam mempelajari nama benda-benda; kekhususannya dan kemanfaatannya, Allah SWT menunjukkan benda-benda tersebut atas para malaikat-Nya dan berkata:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar. " (QS. al-Baqarah: 31)
Yang dimaksud adalah kebenaran mereka untuk menginginkan khilafah. Para malaikat memperhatikan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka, namun mereka tidak mengenali nama-namanya. Mereka mengakui di hadapan Allah SWT tentang kelemahan mereka untuk menamai benda-benda tersebut atau memakai simbol-simbol untuk mengungkapkannya. Para malaikat berkata sebagai bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan mereka:
"Maha Suci Engkau." (QS. al-Baqarah: 32
Yakni, kami menyucikan-Mu dan mengagungkan-Mu.
"Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menge­tahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, mereka mengembalikan semua ilmu kepada Allah SWT. Allah SWT berkata kepada Adam:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." (QS. al-Baqarah: 33)
Kemudian Nabi Adam memberitahu mereka setiap benda yang Allah SWT tunjukkan kepada mereka dan mereka tidak mengenali nama-namanya:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat itu lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.' Mereka menjawab: 'Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu, Allah berfirman: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?'"(QS. al-Baqarah: 31-33)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan: Dengan ayat ini Allah hendak memperlihatkan kelebihan Adam pada para malaikat, yaitu dengan menyebutkan nama-nama seluruh benda serta hikmah dibalik penciptaannya.
2.IBLIS INGKAR
Dan (ingatlah) ketika kami berfirman pada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka, kecuali iblis; ia enggan dan takabbur dan dia adalah termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. al-Baqarah: 34)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan: Allah berfirman demikian pada para malaikat yang diutus kebumi untuk mengusir banul jan atau pada seluruh malaikat, seperti dalam firmannya FASAJADAL MALAAIKATU KULLUHUM AJMA`UN. Sujud ini terjadi sebelum Adam masuk surga. Kisah ini diceritakan al quran dalam tujuh surat, yaitu QS al Baqarah, QS al A`raf, al Hijr, QS al Isra, QS al Kahfi, QS Thaha, QS Shad.
Yang dimaksud sujud disini adalah penghormatan dengan membungkuk. Makna kalimat USJUDUU LAHU secara lughawy adalah tawadhu kepada Adam ta`dzim seperti sujudnya suadara-saudara Yusuf as.WA KHARRUU LAHU SUJJADAN
Disebutkan pula: Bukanlah sujud ini meletakan kening pada bumi, tapi membungkuk, dan ketika datang islam maka penghormatan seperti ini digantikan dengan ucapan salam. Ja`far Ash shadiq menyebutkan bahwa yang pertama sujud kepada Adam adalah Jibril kemudian Israfil lalu Izrail, kemudian para malaikat muqarrabun, waktunya pada hari jum`at dari waktu dzuhur sampai ashar. 
Diceritakan bahwa sujudnya para malaikat muqarrabun ini 1000 tahun atau 500 tahun.
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah menukil tafsir al kasyaf disebutkan bahwa Iblis adalah seorang Jin diantara ribuan malaikat yang tidak saling mengenal diantara mereka. Tapi kebanyakan mufassir seperti al Bughawy, al Wahidy dan al Qadly menyebutkan bahwa Iblis adalah dari golongan malaikat, kalau bukan, maka istisna dalam QS al Baqarah ayat 34 adalah tidak sah, tapi dalam firman Allah dalam surat al Kahfi disebutkan ILLAA IBLIISA KAANA MINAL JINNI. Karena itu bolehlah disebutkan bahwa Iblis itu dari golongan Jin perbuatannya dan dari golongan malaikat jenisnya, atau sesungguhnya malaikat boleh dinamakan Jin karena tidak nampak/ghaib/samar.
kecuali iblis; ia enggan dan takabbur dan dia adalah termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS. al-Baqarah: 34)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan: Yaitu dengan mengatakan aku lebih baik daripada Adam.
Ka`ab al Akhbar ra. mengatakan bahwa sesengguhnya asal mula Iblis adalah menjadi juru kunci surga selama 40.000 tahun, bersama-sama malaikat selama 80.000 tahun, memberikan pengajaran/menjadi guru para malaikat selama 20.000 tahun, menjadi pemimpin qurubiyyin selama 30.000 tahun, menjadi pemimpin ruhaniyyin selama 1000 tahun dan mengelilingi arasy selama 14.000 tahun. Namanya dilangit dunia adalah al `abid, dilangit kedua namanya adalah az Zahid, dilangit ketiga sebagai al `Arif, dilangit ke empat sebagai al Waly, dilangit kelima sebagai at Taqy, dilangit ke enam sebagai al Khazin, dilangit ketujuh sebagai `azajil dan di lauhil mahfudz disebut Iblis.
"Dan Kami berfirman: 'Hai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan: Yang dimaksud istrimu disini adalah hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri, maka dari itulah tulang rusuk kiri manusia kurang satu, yang sebelah kanan berjumlah 18 dan yang kiri berjumlah 17.
Para Mufassirin ikhtilaf tentang penciptaan hawa, Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah menafsiri surat al A`raf ayat 19: Ibn Ishak menyebutkan bahwa hawa diciptakan Allah sebelum Adam masuk kedalam surga karena ayat USKUN ANTA WA ZAUJUKAL JANNAH. Ada juga yang menyebutkan bahwa Hawa diciptakan setelah adam masuk kesurga, ketika Adam tinggal di surga ia merasa kesepian, lalu ketika tidur Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk kiri Adam supaya ia tentram dan senang di dalam surga, Ibn Abbas mengatakan bahwa inilah pendapat yang sesuai dengan mayoritas mufassirin & karena hal ini Allah berfirman dalam al quran uskun anta wa zaujukal jannah, setelah Allah menciptakan Adam dan Hawa di surga.
Kita tidak mengetahui tempat surga ini. Al-Qur'an tidak membicarakan tempatnya, dan para mufasir berbeda pendapat tentang hal itu. Sebagian mereka berkata: "Itu adalah surga yang bakal dihuni oleh manusia (jannah al-Ma'wa) dan tempatnya di langit." Namun sebagian lagi menolak pendapat tersebut. Sebab jika ia adalah jannah al-Ma'wa maka iblis tidak dapat memasukinya dan tidak akan terjadi kemaksiatan di dalamnya. Sebagian lagi mengatakan: "Ia adalah surga yang lain, yang Allah ciptakan untuk Nabi Adam dan Hawa." Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa ia adalah surga (taman) dari taman-taman bumi yang terletak di tem­pat yang tinggi. Dan sekelompok mufasir yang lain menganjurkan agar kita menerima ayat tersebut apa adanya dan menghentikan usaha untuk mencari hakikatnya. Kami sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya pelajaran yang dapat kita ambil berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun menyamai pelajaran yang dapat kita ambil dari apa yang terjadi di dalamnya.
Nabi Adam dam Hawa memasuki surga dan di sana mereka berdua merasakan kenikmatan manusiawi semuanya. Di sana mereka juga mengalami pengalaman-pengalaman yang berharga. Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di surga dipenuhi dengan kebebasan yang tak terbatas. Dan Nabi Adam mengetahui makna kebahagiaan yang ia rasakan pada saat ia berada di surga bersama Hawa. Ia tidak lagi mengalami kesepian. Ia banyak menjalin komunikasi dengan Hawa. Mereka menikmati nyanyian makhluk, tasbih sungai-sungai, dan musik alam sebelum ia mengenal bahwa alam akan disertai dengan penderitaan dan kesedihan. Allah SWT telah mengizinkan bagi mereka untuk mendekati segala sesuatu dan menik­mati segala sesuatu selain satu pohon, yang barangkali ia adalah pohon penderitaan atau pohon pengetahuan. Allah SWT berkata kepada mereka sebelum memasuki surga:
"Dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan bahwa tidak diketahui dengan jelas pohon yang dimaksud, bisa saja anggur, gandum atau selain keduanya, yang jelas Adam dan Hawa dilarang untuk mendekati (memakannya).
Yang dimaksud dzalim/lalim adalah: Alladzina wadla`uu amrillahi fi ghairi mahallihi, yaitu orang-orang yang meletakan perintah Allah bukan pada tempatnya.
Nabi Adam dan Hawa mengerti bahwa mereka dilarang untuk memakan sesuatu dari pohon ini, namun Nabi Adam adalah manusia biasa, dan sebagai manusia ia lupa dan hatinya berbolak-balik serta tekadnya melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan Nabi Adam dan mengumpulkan segala kedengkiannya yang disembunyikan dalam dadanya.
Lalu keduanya digelincirkan oleh syaithan dai surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula...(QS Al Baqarah 36)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah disebutkan bahwa Iblis mengatakan “maukah aku tnjukan kepada-Mu pohon kekal dan bersumpah pada Adam dan hawa bahwa ia termasuk yang memberikan nasihat, seperti dalam surat al Araf:
Maka syaithan membisikan pikran jahat kepada keduanya untuk menampakan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka itu yaitu auratnya dan syaithan berkata:”Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaa kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga). Dan Dia (Syaitan) bersumpah pada keduanya:”Sesungguhnya saya adalah termasuk yang memberi nasihat kepada kamu berdua”(QS al A`raf; 20-21)
Iblis terus berusaha membangkitkan waswas dalam diri Nabi Adam. Apakah aku akan menunjukkan kepadamu pohon keabadian dan kekuasaan yang tidak akan sirna? Nabi Adam bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia memakan buah tersebut, barangkali itu benar-benar pohon keabadian. Nabi Adam memang memimpikan untuk kekal dalam kenikmatan dan kebebasan yang dirasakannya dalam surga.
Berlalulah waktu di mana Nabi Adam dan Hawa sibuk memikirkan pohon itu. Kemudian pada suatu hari mereka menetapkan untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa Alllah SWT telah mengingatkan mereka agar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa iblis adalah musuh mereka sejak dahulu. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon itu dan memetik salah satu buahnya dan kemudian memberikannya kepada Hawa. Akhirnya mereka berdua memakan buah terlarang itu. Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia." (QS. Thaha: 121)
Tidak benar apa yang disebutkan oleh kitab-kitab kaum Yahudi bahwa Hawa menggoda Nabi Adam yang karenanya ia bertanggung jawab terhadap pemakanan buah itu. Nas Al-Qur'an tidak menyebut Hawa, namun ia menyebut Nabi Adam sebagai orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Demikianlah setan disalahkan dan Nabi Adam juga disalahkan karena kesombongan. Salah seorang dari mereka menghina manusia, dan yang lain ingin menjadi tandingan bagi Allah SWT dalam hal kekekalan.
Belum selesai Nabi Adam memakan buah tersebut sehingga ia merasakan penderitaan, kesedihan, dan rasa malu. Berubahlah keadaan di sekitamya dan berhentilah musik indah yang memancar dari dalam dirinya. Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian juga istrinya. Akhirnya, ia mengetahui bahwa ia seorang lelaki dan bahwa istrinya seorang wanita. Ia dan istrinya mulai memetik daun-daun pohon untuk menutup tubuh mereka yang terbuka. Kemudian Allah SWT mengeluarkan perintah agar mereka turun dari surga.
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah dalam menafsiri surat al A`raf ayat 20 menyebutkan bahwa bagaimana caranya setan/Iblis membisikan pikiran jahat pada Adam dan Hawa, padahal Iblis sudah keluar dari surga?, maka dapatlah di jawab Iblis berbisik di bumi & bisikannya sampai kelangit juga ke surga dengan kekuatan yang sangat kuat yang Allah jadikan untuk Iblis. Adapun yang mengatakan bahwa Iblis masuk lewat pintu surga, ini adalah kisah yang masyhur dan lemah, yaitu ketika Adam & Hawa mendekati pintu surga, maka Iblis berdiri diluar pintu berbicara pada Adam.
Al Qadli Ahmad Nauby rahimahullah mengatakan bahwa : Diriwayatkan sesungguhnya Iblis ketika menjadi terlaknat, ia melihat Adam dan Hawa berada dalam kesenangan & kenikmatan, sedangkan dirinya dalam kehinaan dan dendam, maka Iblis hasud terhadap keduanya (dan ialah yang pertama hasud), lalu ia hendak masuk surga untuk membisiki Adam dan Hawa, ini setelah dikeluarkannya Iblis dari surga, namun penjaga surga melarangnya, maka ia duduk di pintu surga selama 300 tahun dari ukuran dunia dan hanya 3 jam dalam ukuran akhirat. 
Dan Iblis walaupun ia terusir dari surga & dilarang memasukinya akan tetapi ia tidak dilarang naik kelangit. Dan ia naik ke langit ke 7 pada zaman Nabi Idris, ketika nabi Idris diangkat kelangit ke 7 maka ia dilarang memasuki langit ke 7, namun ia tidak dilarang memasuki langit yang lainnya hingga zaman nabi Isa, ketika nabi Isa di angkat kelangit ke 4, Iblis dilarang memasukinya dan langit di atasnya, dan ia hanya mampu naik hingga ke langit ke 3, ketika Allah memberikan wahyu pada nabi kita SAW, maka iblis dilarang naik kelangit yang tiga lagi, maka jadilah ia dilarang naik ke seluruh langit.
3. ADAM DITURUNKAN KE BUMI
Dan Kami berfirman:” Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediama dibumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan” (QS. Al Baqarah: 36)
Dalam tafsir Futuhat al ilahiyyah menukil dari tafsir Khazin mnyebutkan: Diceritakan bahwa ketika Adam diturunkan kebumi; ia berdiam selama 300 tahun tanpa pernah mengangkat kepalanya ke langit karena malu kepada Allah. Diceritakan pula andai saja air mata penghuni bumi dikumpulkan, maka masih lebih banyak lagi air mata nabi Dawud dan sekiranya air mata penghuni bumi dan Dawud disatukan, maka masih lebih banyak air mata Adam. Disebutkan pula bahwa Adam ditunkan di India di jabal Nud, sedangkan hawa di Jeddah dan Iblis di Basrah (Irak).
Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka keluar dari surga. Nabi Adam dalam keadaan sedih sementara Hawa tidak henti-hentinya menangis. Karena ketulusan taubat mereka, akhirnya Allah SWT menerima taubat mereka dan Allah SWT memberitahukan kepada mereka bahwa bumi adalah tempat mereka yang asli, di mana mereka akan hidup di dalamnya, mati di atasnya, dan akan dibangkitkan darinya pada hari kebangkitan.
 
Allah SWT berfirman:
"Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. " (QS. al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan kisah tentang pelajaran ketiga yang diperoleh Nabi Adam selama keberadaannya di surga dan setelah keluarnya ia darinya dan turunnya ia ke bumi.
Allah SWT berfirman:
"Dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka mereka sujud kecuali Mis. la membangkang. Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas matahari di dalamnya.' Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: 'Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa ?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman: 'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.'" (QS. Thaha: 115-123)
Sebagian orang menganggap bahwa Nabi Adam keluar dari surga karena kesalahannya dan kemaksiatannya. Ini adalah anggapan yang tidak benar karena Allah SWT berkehendak menciptakan Nabi Adam di mana Dia berkata kepada malaikat: "Sesungguh­nya aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Dan Dia tidak mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya aku akan menjadi­kan khalifah di surga."
Tidaklah turunnya Nabi Adam ke bumi sebagai penurunan penghinaan tetapi ia merupakan penurunan kemuliaan sebagaimana dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT mengetahui bahwa Nabi Adam dan Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya mereka akan turun ke bumi. Allah SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas kebebasan mereka. Pengalaman merupakan dasar penting dari proses menjadi khalifah di muka bumi agar Nabi Adam dan Hawa mengetahui—begitu juga keturunan mereka— bahwa setan telah mengusir kedua orang tua mereka dari surga, dan bahwa jalan menuju surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT dan permusuhan pada setan.
Apakah dikatakan kepada kita bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa, dan bahwa Nabi Adam terpaksa atau dipaksa untuk berbuat kesalahan sehingga ia keluar dari surga dan kemudian turun ke bumi? Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari anggapan pertama. Sebab, Nabi Adam merasakan kebebasan sepenuhnya, yang karenanya ia mengemban tanggung jawab dari perbuatannya. Ia durhaka dan memakan buah tersebut sehingga Allah SWT mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang dilakukannya tidak berlawanan dengan kebebasannya, bahkan keberadaannya yang asli bersandar kepada kebebasannya. Alhasil, Allah SWT mengetahui apa yang bakal terjadi. Dia mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu itu. Pengetahuan-Nya itu berarti cahaya yang menyingkap, bukan kekuatan yang memaksa. 
Dengan kata lain, Allah SWT mengetahui apa yang akan terjadi, tetapi Dia tidak men-cegahnya atau mendorongnya agar terjadi. Allah SWT memberikan kebebasan kepada hamba-hamba-Nya dan semua makhluk-Nya. Yang demikian itu berkenaan dengan hikmah-Nya yang tinggi dalam memakmurkan bumi dan mengangkat khalifah di dalamnya.
Nabi Adam memahami pelajaran ketiga. Ia memahami bahwa iblis adalah musuhnya. Secara pasti ia mengerti bahwa iblis adalah penyebab ia kehilangan nikmat dan penyebab kehancurannya. Ia mengerti bahwa Allah SWT akan menyiksa seseorang jika ia berbuat maksiat, dan bahwa jalan menuju ke surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT. Ia memahami bahwa Allah SWT menerima taubat, memaafkan, menyayangi, dan memilih. Allah SWT mengajari mereka agar beristigfar dan mengucapkan:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. al-A'raf: 23)
Allah SWT menerima taubatnya dan memaafkannya serta mengirimnya ke bumi. Nabi Adam adalah Rasul pertama bagi manusia. Mulailah kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia keluar dari surga dan berhijrah ke bumi, dan kemudian ia menganjurkan hal tersebut (hijrah) kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi memulai dakwahnya dan menyuruh kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau berhijrah. Di sana Nabi Adam keluar dari surga sebelum kenabiannya, sedangkan di sini (di bumi) para nabi biasanya keluar (hijrah) setelah pengangkatan kenabian mereka.
Nabi Adam mengetahui bahwa ia meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di bumi ia harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung kesulitan agar dapat makan, dan ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata, serta melindungi istrinya dan anak-anaknya dari serangan binatang buas yang hidup di bumi. Sebelum semua itu dan sesudahnya, ia harus meneruskan pertempurannya dengan pangkal kejahatan yang menyebabkannya keluar dari surga, yaitu setan. Di bumi, setan membuat waswas kepadanya dan kepada anak-anaknya sehingga mereka masuk dalam neraka Jahim. Pertempuran antara pasukan kebaikan dan pasukan kejahatan di bumi tidak akan pernah berhenti. Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah SWT, ia tidak akan merasakan ketakutan dan kesedihan, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah SWT dan mengikuti makhluk api, iblis, maka ia akan bersamanya di neraka.
Nabi Adam mengerti semua ini. Ia menyadari bahwa penderitaan akan menyertai kehidupannya di atas bumi. Satu-satunya yang dapat meringankan kesedihannya adalah, bahwa ia menjadi penguasa di bumi, yang karenanya ia harus menundukkannya, memakmurkannya, dan membangunnya serta melahirkan keturunan yang baik di dalamnya, sehingga mereka dapat mengubah kehidupan dan membuatnya lebih baik. Hawa melahirkan dalam satu perut seorang lelaki dan seorang perempuan, dan pada perut berikutnya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka dihalalkan perkawinan antara anak lelaki dari perut pertama dengan anak perempuan dari perut kedua. Akhirnya, anak-anak Nabi Adam menjadi besar dan menikah serta memenuhi bumi dengan keturunannya.
4. KISAH QABIL DAN HABIL (PEMBUNUHAN PERTAMA)
Nabi Adam mengajak keturrunannya untuk menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pangkal kejahatan, yaitu iblis sehingga terjadilah kejahatan pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Salah seorang anak Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu membunuh saudaranya yang baik. Allah berfirman:
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-Maidah: 27)
Dikatakan bahwa pembunuh ingin merebut istri saudara kandungannya untuk dirinya sendiri. Nabi Adam memerintahkan mereka berdua untuk menghadirkan kurban lalu setiap dari mereka menghadirkan kurban yang dimaksud. Allah SWT menerima kurban dari salah satu dari mereka dan menolak kurban yang lain:
"Ia (Qabil) berkata: 'Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan sekalian alam. (QS. al-Maidah: 27-28)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT menyampaikan kepada kita kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anak Nabi Adam yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya sambil mengancam, namun calon korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa membunuhku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang lalim. " (QS. al-Maidah: 29)
Syekh Sulaiman bin Umar al `ajily Asy-Syafi`i dalam tafsirnya Futuhat al Ilahiyyah bit taudlihi tafsir Jalalain lid daqaiq al Khafiyyah menafsri ayat ini dengn menukil dari tafsir khazin dan tafsir al Qurthuby menyebutkan: Para ahli ilmu dan sejarah menceritakan bahwa sessungguhnya hawa mengandung anak dari Adam dalam satu perut seorang laki-laki dan seorang perempuan kecuali Nabi Syits yang dikandung seorang diri sebagai pengganti Habil dan namanya adalah HIBATULLAH (pemberian Allah), karena Jibril berkata pada Hawa ketika ia mengandung Syits:” Ini adalah pemberian Allah bagimu sebagai pengganti Habil. Pada waktu dilahirkannya Syits Adam telah berumur 130 tahun dan jumlah anak nabi Adam adalah 39 orang dari 20 kali hamil. 20 orang laki-laki dan 19 perempuan. Anak pertama bernama Qabil dan kembaranya bernama Iqlima, anak terakhirnya bernama Abdul Mughits kembarannya bernama Ummul mughits, kemuadian Allah memberikian keberkahan pada keturunan Adam . 
Ibnu Abas berkata bahwa Adam tidak meninggal sehingga jumlah keturunannya mencapai 40.000 orang. Para Ulama ikhtilaf mengenai kelahiran Qabil dan Habil, sebagian ulama mengatakan bahwa Adam mendatangai (menggauli) Hawa setelah keduanya di turunkan ke bumi selama 100 tahun, maka lahirlah Qabil dan kembarannya Iqlima lalu Habil dan kembarannya Labuda.
Muhammad bin Ishak mengatakan dari sebagian ahli ilmu dari kitab yang terdahulu:”Sesungguhnya Adam menggauli Hawa di surga sebelum berbuat kesalahan, maka ia (Hawa) mengandung Qabil dan saudara perempuannya Iqlima serta ia tidak pernah mersakan ngidam/kehamilannya dan tidak merasakan sakit sewaktu melahirkannya juga tidak mengeluarkan darah, ketika keduanya turun kebumi maka Adam menggaulinya, maka lahirlah Habil dan kembarannya, pada saat itu ia merasakan ngidam/kehamilan, merasakan sakit dan mengeluarkan darah ketika melahirkan. 
Ketika anak-anak mereka telah sampai usia dewasa maka dinikahkanlah anak laki-laki dari kehamilan yang satu dengan anak perempuan dari kehamilan yang berbeda, seorang lelaki diantara mereka boleh menikah dengan anak perempuan manapun asalkan bukan kembarannya karena pada waktu itu tidak ada perempuan lain kecuali saudaranya sendiri. Ketika Qabil & Habil dewasa (perbedaan umur mereka adalah 2 tahun) Allah mmemerintahkan Adam menikahkan Qabil dengan Labuda (saudara Habil) dan menikahkan Habil dengan Iqlima (saudara Qabil) dan Iqlima itu lebih cantik daripada Labuda; Adam menyampaikan perintah ini pada keduanya, Habil menerimanya dengan ikhlas sedangkan Qabil murka dan berkata “Dia (Iqlima) saudaraku dan aku lebih berhak atasnya dan kami dari golongan anak-anak surga sedangkan mereka (Habil dan Labuda) dari golongan anak-anak bumi”. 
Adam berkata pada Qabil “Sesungguhnya ia (Iqlima) tidak halal bagimu”, namun Qabil menolaknya dan berkata “Sesungguhnya Allah tidak memerintahmu demikian dan itu hanyalah pendapatmu saja”. Maka Adam berkata pada keduanya “Berkurbanlah kalian karena Allah, siapa yang diterima kurbannya maka ia yang lebih berhak atas Iqlima dan apabila kurban yang diterima maka akan turun api putih dari langit dan memakannya dan bila tidak diterima maka api tidak akan turun melainkan burung-burung dan binatang buas akan memakannya”.
Lalu keduanya berkurban. Qabil berkurban dengan tumbuhan & seonggok makanan dari gandum yang jelek, diceritakan pula Qabil berkurban dengan seikat/sebungkus dari sebulir gandum dan memilihnya dari tanamannya yang jelek walaupun ia menemukan sebulir gandum dari ladangnya tapi ia malah menyimpan dan memakannya, dan ia berkata dalam hatinya “Tidak masalah bagiku diterima ataupun tidak diterima pokoknya tidak ada yang boleh menikahi saudariku selain aku”.
Sementara itu Habil sengaja berkurban dengan kambing/gibas jantan dan berharap dalam hatinya akan ridla Allah, lantas mereka berdua meletakan kurbannya di atas gunung. Kemudian Adam berdo`a, maka turunlah api dari langit dan memakan kurbannya Habil, ada pula yang mengatakan bahwa Allah mengangkat kurbannya Habil ke surga dan tetap merumput di surga sehingga dijadikan penebus bagi Nabi Ismail (ketika hendak. Disembelih Nabi Ibrahim)
Ketika Nabi Adam pergi ke Makkah untuk berziarah ke baitullah, maka Qabil mendatangi Habil hendak membunuh Habil, namun ia tidak tahu bagaimana caranya, kemudian Iblis mencontohkannya dengan mengambil seekor burung lalu meletakan kepala burung itu diatas batu dan kemudian memecahkan kepalanya dengan batu yang lain & Qabil melihatnya. Kemudian Qabil meletakan kepala Habil diantara  2 batu, sedangkan Habil hanya pasrah dan sabar, yang lainnya menceritakan bahwa Habil waktu itu sedang tidur. Para Ulama ikhtilaf mengenai tempat terbunuhnya Habil, Ibn Abbas mengatakan di jabal Nud, ada yang mengatakan di Bashrah dll. Usia Habil sewaktu terbinuh adallah 20 tahun.
Qabil merasa bingung apa yang harus dilakukannya terhadap mayat Habil karena merupakan mayat Bani Adam yang pertama di bumi, karena binatang buas hendak memakannya, maka Qabil membawanya dam sebuah kantong kulit selama 40 hari sehingga Allah mengutus seekor gagak untuk memberi contoh menguburkannya.
Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali-gali dibumi untu memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharunya menguburkan mayat saudaranya....(QS al Maidah: 31)
Rasulullah saw bersabda: "Setiap orang yang membunuh jiwa yang tak berdosa maka anak Adam yang pertama akan juga menanggung dosanya karena ia yang pertama kali mengajarkan pembunuhan." 
Si pembunuh terduduk di depan saudaranya dalam keadaan berlumuran darah. Apa yang akan dikatakannya terhadap Nabi Adam, ayahnya, jika ia bertanya kepadanya tentang hal itu. Nabi Adam mengetahui bahwa mereka berdua keluar bersama-sama lalu mengapa ia kembali sendinan. Seandainya ia mengingkari pembunuhan terhadap saudaranya itu di depan ayahnya, maka di manakah ia dapat menyembunyikan jasadnya, dan di mana ia dapat membuangnya? Saudaranya yang terbunuh itu merupakan manusia yang pertama kali mati di muka bumi sehingga tidak diketahui bagaimana cara menguburkan orang yang mati. Pembunuh itu membawa jasad saudara kandungnya dan memikulnya. 
Tiba-tiba keheningan itu dipecah dengan suara burung yang berteriak sehingga ia merasa ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan menemukan seekor burung gagak yang berteriak di atas bangkai burung gagak yang mati. Burung gagak yang hidup meletakkan bangkai burung gagak yang mati di atas tanah lalu ia mulai menggali tanah dengan paruhnya dan kedua kakinya. Kemudian ia mengangkatnya dengan paruhnya dan meletakkannya dengan lembut dalam kuburan. Lalu ia menimbunkannya di atas tanah. Setelah itu, ia terbang di udara dan kembali berteriak. Si pembunuh berdiri dan ia mundur untuk meraih jasad saudara kandungnya dan kemudian berteriak:
"Berkata Qabil: 'Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan saudaraku ini?" (QS. al-Maidah: 31)
Ia mulai merasakan kesedihan yang sangat dalam atas apa yang telah dilakukannya terhadap saudaranya. Ia segera menyadari bahwa ia adalah orang yang paling buruk dan paling lemah. Ia telah membunuh orang yang paling utama dan paling kuat. Anak Nabi Adam berkurang satu dan iblis berhasil "mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah tubuh si pembunuh dan ia mulai menangis dengan keras, lalu ia menggali kuburan saudara kandungnya. Ketika mendengar kisah tersebut Nabi Adam berkata:
"Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata." (QS. al-Qashash: 15)
Nabi Adam merasakan kesedihan mendalam atas hilangnya salah satu anaknya. Salah seorang dari mereka mati dan yang lain dikuasai oleh setan. Nabi Adam salat untuk anaknya yang mati, dan kemudian ia kembali menjalani kehidupannya di muka bumi. Beliau adalah manusia yang bekerja dan mengalami penderitaan. Seorang Nabi yang menasihati anak-anaknya dan cucu-cucunya, serta mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Beliau menceritakan kejahatan iblis kepada mereka, dan meminta kepada mereka agar berhati-hati darinya. Beliau menceritakan pengalaman pribadinya bersama iblis kepada mereka, dan menceritakan kehidupan­nya bersama anaknya yang tega membunuh saudara kandungnya sendiri.
Nabi Adam telah menjadi dewasa, lalu tahun demi tahun datang silih berganti sehingga anak-anaknya tersebar di bumi, lalu datanglah waktu malam di atas bumi. Angin bertiup sangat kencang. Dan bergoncanglah daun-daun pohon tua yang ditanam oleh Nabi Adam, di mana dahan-dahannya mendekati danau sehingga buahnya menyentuh air danau. Dan ketika pohon itu menjadi tegak setelah berlalunya angin, air mulai berjatuhan di antara cabang-cabangnya dan tampak dari jauh bahwa pohon itu sedang menarik dirinya (memisahkan diri) dari air dan menangis. Pohon itu sedih dan dahan-dahannya berguncang. Sementara itu, di langit tampak bahwa bintang-bintang juga berguncang. Cahaya bulan menerobos kamar Nabi Adam sehingga cahaya itu menerpa wajah Nabi Adam. Wajah Nabi Adam tampak lebih pucat dan lebih muram dari wajah bulan. Bulan mengetahui bahwa Nabi Adam akan mati.
Kamar yang sederhana, kamarnya Nabi Adam. Nabi Adam tertidur dengan jenggotnya yang putih dan wajahnya yang bersinar di atas tempat tidur dari dahan-dahan pohon dan bunga-bunga. Anak-anaknya semua berdiri di sekelilingnya dan menunggu wasiatnya. Nabi Adam berbicara dan memahamkan anak-anaknya bahwa hanya ada satu perahu keselamatan bagi manusia, dan hanya ada satu senjata baginya yang dapat menenangkannya. Perahu itu adalah petunjuk Allah SWT dan senjata itu adalah kalimat-kalimat Allah SWT.
Nabi Adam menenangkan anak-anaknya, bahwa Allah SWT tidak akan membiarkan manusia sendirian di muka bumi. Sesungguhnya Dia akan mengutus para nabi untuk membimbing mereka dan menyelamatkan mereka. Para nabi itu memiliki nama-nama, sifat-sifat, dan mukjizat-mukjizat yang berbeda-beda. Tetapi mereka dipertemukan dengan satu hal, yaitu mengajak untuk menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah wasiat Nabi Adam kepada anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam menutup kedua matanya, dan para malaikat memasuki kamarnya dan mengelilinginya. Hati Nabi Adam tersenyum ketika mendapatkan kata salam yang dalam, dan rohnya mencium bau bunga surga.
5. PELAJARAN DARI KISAH NABI ADAM
Hikmah yang terkandung dalam perintah-perintah dan larangan-larangan Allah dan dalam apa yang diciptakannya kadangkala tidak atau belum dapat dicapai oleh akal manusia bahkan oleh makhluk-Nya yang terdekat sebagaimana telah dialami oleh para malaikat ketika diberitahu bahawa Allah akan menciptakan manusia - keturunan Adam untuk menjadi khalifah-Nya di bumi sehingga mereka seakan-akan keberatan dan tertanya-tanya mengapa dan untuk apa Allah menciptakan jenis makhluk lain selain mereka yang sudah patuh rajin beribadat, bertasbih, bertahmid dan mengagungkan nama-Nya. 
Manusia walaupun ia telah dikurniakan kecerdasan berfikir dan kekuatan fisik dan mental ia tetap mempunyai beberapa kelemahan pada dirinya seperti sifat lalai, lupa dan khilaf. Hal ini telah terjadi pada diri Nabi Adam yang walaupun ia telah menjadi manusia yang sempurna dan dikurniakan kedudukan yang istimewa di surga ia tetap tidak terhindar dari sifat-sifat manusia yang lemah itu. Ia telah lupa dan melalaikan peringatan Allah kepadanya tentang pohon terlarang dan tentang Iblis yang menjadi musuhnya dan musuh seluruh keturunannya, sehingga terperangkap ke dalam tipu daya dan terjadilah pelanggaran pertama yang dilakukan oleh manusia terhadap larangan Allah.
Seseorang yang telah terlanjur melakukan maksiat dan berbuat dosa tidaklah ia sepatutnya berputus asa dari rahmat dan ampunan Tuhan asalkan ia sedar akan kesalahannya dan bertaubat tidak akan melakukannya kembali.Rahmat Allah dan maghfirah-Nya dapat mencakup segala dosa yang diperbuat oleh hamba-Nya kecuali syirik bagaimana pun besar dosa itu asalkan diikuti dengan kesadaran bertaubat dan pengakuan kesalahan.
Sifat sombong dan congkak selalu membawa akibat kerugian dan kebinasaan.Lihatlah Iblis yang turun dari singgahsananya dilucutkan kedudukannya sebagai seorang malaikat dan diusir oleh Allah dari surga dengan disertai kutukan dan laknat yang akan melekat kepada dirinya hingga hari Kiamat karena kesombongannya dan kebanggaaannya dengan asal-usulnya sehingga ia menganggap dan memandang rendah kepada Nabi Adam dan menolak untuk sujud menghormatinya walaupun diperintahkan oleh Allah s.w.t. 
6. PELAJARAN DARI KISAH QABIL DAN HABIL
Allah s.w.t. hanya menerima korban dari seseorang yang menyerahkannya dengan tulus dan ikhlas, tidak dicampuri dengan sifat ria, takabur atau ingin dipuji. Barang atau binatang yang dikorbankan harus yang masih baik dan sempurna dan dikeluarkannya dari harta dan penghasilan yang halal.Jika korban itu berupa binatang sembelihan, harus yang sehat, tidak mengandungi penyakit atau pun cacat, dan jika berupa bahan makanan harus yang masih segar baik dan belum rusak atau busuk.
Pengurusan jenazah manusia yang terbaik adalah dengan cara penguburan sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Qabil. Itulah cara paling sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dan diberi kelebihan oleh Allah di atas makhluk-makhluk lainnya, menurut firman Allah dalam surah "Al-Isra" ayat 70:
"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.Kami angkut mereka di daratan dan di lautan.Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."


Sumber utama (kalimat yang bercetak warna merah):
Tafsir Futuhat al Ilahiyyah bit taudlihi tafsir Jalalain lid daqaiq al Khafiyyah karya Syekh Sulaiman bin Umar al `ajily Asy-Syafi`i (206 H) terbitan Daarul fikri-beirut, tanpa tahun.
Sumber tambahan:
1.      Al quran dan terjemahannya, DEPAG RI terbitan CV. Toha putra-Semarang th 1989
2.      www.quran.al-shia.com
3.      Kamus al Munawwir (edisi kedua), A.W.Munawwir,penerbit: pustaka progressif, Surabaya tahun 1997
4.    Kisah Nabi Adam as dalam al quran:QS al Baqarah: 30-38; QS al Maidah: 27-31; QS al A`raf: 18-25; QS Thoha: 115-123; QS Shad: 71-83