MISTERI NABI KHIDIR (KAJIAN TAFSIR)

Salah satu kisah yang sangat menarik dalam Al-Quran adalah kisah Nabi Khidir as. Tepatnya pertemuan antara Nabi Musa dan Khidir alaihimas salam. Kisah ini menarik karena selain mengandung banyak hikmah
yang bisa diambil, kisah ini juga menyisakan banyak misteri yang masih
menarik untuk diteliti hingga saat ini. Sehingga para ahli tafsir pun
banyak berbeda pendapat dengan perbedaan yang cukup tajam.
Pada kesempatan kali ini saya mencoba untuk memaparkan secara singkat pokok-pokok kisah Nabi Musa dan Khidir ini. Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa ini terdapat dalam surat Al-Kahfi.
Awal mula kisah ini sebagaimana dikemukakan dalam Shahih Bukhari, dikisahkan “Suatu ketika Nabi Musa AS,
berseru di hadapan kaumnya, tiba-tiba ada orang bertanya, “Adakah orang yang
lebih berilmu darimu?” Musa menjawab: “Tidak ada”[1]. Maka Allah
SWT menegurnya dan menegaskan bahwa ada orang yang lebih berilmu darinya.
Kemudian Allah SWT memberi petunjuk keberadaan orang itu di antara pertemuan
dua lautan. Kemudian Nabi Musa melakukan perjalanan untuk menemui Nabi Khidir
sebagaimana dituturkan dalam ayat 60-68.
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ
حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا ﴿٦٠﴾ فَلَمَّا
بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي
الْبَحْرِ سَرَبًا ﴿٦١﴾ فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا
غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا ﴿٦٢﴾ قَالَ
أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا
أَنسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ
وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ﴿٦٣﴾ قَالَ
ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ
آثَارِهِمَا قَصَصًا ﴿٦٤﴾ فَوَجَدَا
عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن
لَّدُنَّا عِلْمًا ﴿٦٥﴾ قَالَ
لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
﴿٦٦﴾ قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ﴿٦٧﴾ وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ
مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ﴿٦٨﴾
60. dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada
muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan
dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".
61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua
buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil
jalannya ke laut itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh,
berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita;
Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu
tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang
kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di
antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi
Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah
aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas
sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
itu?"
Yang di maksud dengan
pembantu atau murid Nabi Musa dalam ayat ini menurut para mufassir bernama
Yusa’ Bin Nun[2].
Al-Quran tidak menyebutkan dengan jelas tempat yang di maksud dengan pertemuan
dua lautan tersebut, Al-Quran juga tidak menyebutkan kapan kisah ini terjadi,
apakah sebelum Nabi Musa hijrah ke Mesir bersama kaumnya ataukah setelah Nabi Musa hijrah,
Al-Quran juga tidak menyebutkan dengan jelas tokoh-tokoh yang ada pada kisah ini, hal
ini juga sejalan dengan isi dari kisah Nabi Musa dan khidir ini, yaitu tentang ilmu yang sangat
samar, ilmu tentang takdir dengan rangkaian tabir yang sangat tebal.
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا
حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا ﴿٦١﴾ فَلَمَّا
جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَٰذَا
نَصَبًا ﴿٦٢﴾ قَالَ
أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا
أَنسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ
وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا ﴿٦٣﴾ قَالَ
ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ
آثَارِهِمَا قَصَصًا ﴿٦٤﴾
61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua
buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil
jalannya ke laut itu.
62. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh,
berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita;
Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu
tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan
cara yang aneh sekali".
64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang
kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
Sebelum perjalanan ini Nabi Musa
sempat bertanya kepada malaikat Jibril bagaimana ia dapat menemui orang alim
itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di
keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah
Musa akan menemui hamba yang alim[3].
Dalam empat ayat ini disebutkan bahwa Nabi Musa telah sampai di tempat di mana
ikan itu melompat saat mereka tengah beristirahat, Namun murid Nabi Musa lupa memberi tahu hal itu kepada Nabi Musa. Kemudian
mereka melanjutkan perjalanan. Muridnya baru ingat setelah mereka
berjalan cukup jauh. Setelah itu mereka kembali ke tempat semula dan bertemu
dengan hamba Allah yang mereka cari, sebagaimana diceritakan dalam ayat
selanjutnya.
فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ
رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا ﴿٦٥﴾
65.
lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah
Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya ilmu dari sisi Kami.
Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang
dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud
dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan
ayat-ayat berikutnya[4].
Ayat ini juga menjelaskan pada kita bahwa ilmu yang diajarkan
kepada para hamba-Nya ada dua jenis, yaitu , ilmu yang diperoleh dengan usaha
insani (kasbi) secara bersungguh-sungguh. Kedua, ilmu yang dihasilkan secara
langsung oleh Allah tanpa proses insani terlalu panjang. Ia disebut dengan ilham/laduni
atau wahyu. Ia dianugerahkan Allah hanya kepada orang-orang saleh yang
dikehendaki-Nya[5].
Setelah itu, dimulailah perjalanan Nabi Musa dengan Nabi Khidir.
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ
أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ﴿٦٦﴾
66. Musa berkata
kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku
ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
Perkataan Nabi Musa dalam ayat ini menunjukkan bahwa beliau mempunyai adab sopan santun dan bersikap lemah
lembut terhadap guru atau pendidik, beliau menggunakan tutur kata yang sangat
santun dan seakan-akan sedang meminta pendapat kepada Nabi Khidir.
قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ
مَعِيَ صَبْرًا ﴿٦٧﴾ وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ﴿٦٨﴾ قَالَ سَتَجِدُنِي
إِن شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا ﴿٦٩﴾
67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu,
yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan
mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam
sesuatu urusanpun".
Ketika Nabi Khidir mengatakan pada Nabi
Musa bahwa ia tidak akan bisa bersabar menimba ilmu darinya, Nabi Musa berusaha
meyakinkan Nabi Khidir bahwa ia pasti akan bersabar dan pantas untuk menimba
ilmu darinya. Namun Nabi Khidir mengajukan syarat kepada Nabi Musa jika beliau
mau berguru padanya, seperti dituturkan ayat berikut.
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَن
شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا ﴿٧٠﴾
70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka
janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu".
Setelah itu Nabi Musa melakukan perjalanan dengan Nabi
Khidir, seperti yang kita tahu bahwa Nabi Musa kurang bersabar saat belajar dan
akhirnya beliau berpisah dengan Nabi Khidir, sebagaimana dipaparkan pada
ayat-ayat selanjutnya.
فَانطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ
خَرَقَهَا ۖ
قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا ﴿٧١﴾ قَالَ
أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ﴿٧٢﴾ قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي
بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا ﴿٧٣﴾
71.
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr
melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya
kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu
kesalahan yang besar.
72.
Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".
73.
Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan
janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".
Pada
dialog di atas, Nabi Musa memprotes tindakan Nabi Khidir, karena dalam
pandangannya secara lahiriah Nabi khidir melakukan kesalahan. Nabi Khidir
merupakan simbol ketenangan dan diam, ia tidak berbicara dan gerak-geriknya
menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Nabi Musa. Sebagian tindakan
yang dilakukan oleh Nabi Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata
Musa. sebagian tindakan Nabi Khidir yang lain dianggap Nabi Musa sebagai hal
yang tidak memiliki arti apa pun dan tindakan yang lain justru membuat Nabi Musa
bingung dan membuatnya menentang.
فَانطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا
فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ
شَيْئًا نُّكْرًا ﴿٧٤﴾ ۞ قَالَ أَلَمْ
أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ﴿٧٥﴾ قَالَ إِن سَأَلْتُكَ عَن
شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِن لَّدُنِّي عُذْرًا ﴿٧٦﴾
74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala
keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata:
"Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang
lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".
75. Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan
kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"
76. Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu
tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku
menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".
Untuk kedua kalinya Nabi
Musa protes kepada Nabi Khidir atas tindakannya yang dinilai merupakan suatu
kemunkaran karena membunuh jiwa yang tidak berdosa. Namun Nabi Khidir mengingatkan
Musa agar tidak melupakan komitmenya untuk tidak bertanya sebelum ia sendiri
yang menjelaskan tentang perbuatannya.
انطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ
اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا
يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ
لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا ﴿٧٧﴾ قَالَ
هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ
بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا ﴿٧٨﴾
77.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri
itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu
dinding rumah yang hampir roboh, Maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa
berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
78.
Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan
kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.
Nabi Musa kembali memprotes perbuatan Nabi Khidir, ia kembali
lupa dengan komitmennya. Meskipun Nabi Musa memiliki ilmu yang tinggi dan
kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan
kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi
Allah. Ini merupakan perpisahan antara Nabi Musa dan Khidir. Kemudian Nabi
Khidir menceritakan makna dari perbuatannya.
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ
يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ
يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا ﴿٧٩﴾ وَأَمَّا
الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَن يُرْهِقَهُمَا
طُغْيَانًا وَكُفْرًا ﴿٨٠﴾ فَأَرَدْنَا
أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا ﴿٨١﴾ وَأَمَّا
الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ
كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَا
أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ ۚ
وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ
مَا لَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا ﴿٨٢﴾
80. dan Adapun anak muda itu, Maka
keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong
kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
81. dan Kami menghendaki, supaya
Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
82. Adapun dinding rumah adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka
Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
Kisah ini mengingatkan bahwa lupa
adalah sifat termaafkan. Tetapi, jika berulang-ulang dilakukan maka akan
berbuah pahit. Psikolog Muslim Timur Tengah, Utsman An-Najati, menjelaskan
sedikitnya ada faktor penyebab lupa, yakni benar-benar lupa, kurang peduli
masalah, banyak masalah, dan kurang kesabaran. Lupa dalam kisah di atas karena
kurang sabar. Akibatnya, kebersamaan Musa dan Khidir pun berakhir di situ[6]. Bahkan
Rasulullah SAW hadits riwayat Ibnu Mas’ud memberi komentarnya, “Semoga Allah
merahmati Musa AS. Sebenarnya aku lebih senang jika Nabi Musa mau sedikit
bersabar. Sehingga Allah SWT mengabarkan kisah ini lebih panjang lagi.”[7]
[1] Al-Imam
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Ju'fi Al
Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Darul Kutub Ilmiyyah, 2004), hlm. 32
[2]
Departemen Agama RI., Al-Quran Dan Terjemahnya. (Semarang: CV. Toha Putra,
1990). Hal. 453
[3] Al-Imam
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Ju'fi Al
Bukhari, loc. cit.
[4]
Departemen Agama RI. op.cit., hal 454
[5] Abu
Muhammad Al-Mishry, Arsyif Multaqa Ahli At-Tafsir 5, Juz I (Al-Maktabah
Asy-Syamilah, tt). Hal. 593
[6] M.
Saifudin, Kisah Nabi Musa Dan Khidir, (Online: http://www.republika.co.id)
[7] Muhammad
Fuad Abdu Al-Baqy, Al-Lu’lu Wa Al-Marjan Fi Ma Ittafaqa ‘Alaihi Asy-Syaikhan,
Juz I (Mauqi Maktabah Misykah, tt.) hal. 307