Sebegitu indahnya nama mu , sehingga bisa mengobati luka hati ku



Cinta menurut psikolog muslim klasik Ibn Qayyim, ditandai dengan perhatian yang aktif pada orang yang kita cintai dan ada kenikmatan menyebut namanya. Ketika menyebut, atau mendengar orang lain menyebut, nama kekasih kita, hati kita bergetar. Tiada yang lebih menyenangkan hati daripada mengingatnya dan menghadirkan kebaikan kebaikannya. 

Jika ini menguat dalam hati, lisan akan memuji dan menyanjungnya. Seperti itulah orang orang yang mencintai Rasulullah saw.
Segera setelah Nabi saw wafat, Bilal tidak mau mengumandangkan adzan. Akhirnya setelah didesak oleh para sahabat, Bilal mau juga. Tapi, ketika sampai pada kata: “Wa asyhadu anna Muhammad …” ia berhenti. Suaranya tersekat di tenggorokan. Ia menangis keras. Nama “Muhammad”, kekasih yang baru saja kembali ke Rabbul Izzati, menggetarkan jantung Bilal. Bilal bukan tidak mau menyebut nama Rasulullah saw. Baginya, Muhammad adalah nama insan yang paling indah. Justru karena cintanya kepada Rasulullah saw, nama beliau sering diingat, disebut, dan dilantunkan.
Berbahagialah orang yang merasa nikmat saat bersholawat. Karena menurut Rasulullah saw, orang yang paling dekat dengan beliau pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat (H.R. Al-Tirmidzi). 

Ibnu Athaillah berpesan: Betapa indahnya hidup ini jika engkau isi dengan taat kepada Allâh. Yaitu, dengan cara berdzikir pada Allâh dan sibuk bersholawat atas Rasulullah saw disetiap waktu disertai kalbu yang ikhlas, jiwa yang bening, niat yang baik, dan perasaan cinta kepada Rasulullah saw. Sesungguhnya Allâh beserta para malaikat Nya bersholawat atas Nabi saw, Wahai orang yang beriman, ucapkanlah sholawat dan salam kepadanya (Al-Ahzab:56)