Peneguhan Keyakinan
Siapapun yang mau menggunakan akalnya untuk
memperhatikan al-Quran niscaya dia akan mendapatkan keyakinan bahwa al-Quran
berasal dari Allah SWT. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
﴿ أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ
الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا
كَثِيرًا﴾
Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.(TQS an-Nisa’ [4]: 82)
Allah pun menantang siapa pun manusia yang masih
ragu terhadap al-Quran untuk membuat sepuluh surat semisal al-Quran (QS Hud [11]:
13); bahkan sekedar satu surat saja (QS al-Baqarah [2]: 23 dan Yunus [10]: 38),
dan dalam hal itu disuruh untuk meminta bantuan dari siapa saja selain Allah.
Sebagai kalamullah, al-Quran dijamin oleh Allah SWT
tidak mengandung keraguan di dalamnya (QS. al-Baqarah [2]: 2). Allah juga
menjamin bahwa al-Quran adalah benar dan tidak didatangi apalagi dicampuri
dengan kebatilan sedikitpun. Allah menegaskan:
﴿ وَإِنَّهُ لَكِتَابٌ
عَزِيزٌ $ لَّا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ
خَلْفِهِ ۖ تَنزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ ﴾
Dan sesungguhnya Al Quran
itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan
baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha
Bijaksana lagi Maha Terpuji.(TQS
Fushshilat [41]: 41-42)
Allah SWT tegaskan bahwa al-Quran dengan segala
isinya adalah datang dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (QS.
Ghafir [40]: 2). Allah juga menegaskan:
﴿ تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ
اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ ﴾
Diturunkan
Kitab ini dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (TQS az-Zumar [39]: 1; al-Jatsiyah [45]: 2;
al-Ahqaf [46]: 2)
Al-Hakîm (Maha Bijaksana) yakni dalam firman-firman,
perbuatan, qadar dan syariah-Nya (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr).
Al-Quran: Petunjuk Hidup dan Solusi Problem Kehidupan
Al-Quran secara bahasa artinya bacaan. Dan membaca
al-Quran akan mendatangkan pahala (Lihat: QS al-Fathir [35]: 29). Namun al-Quran tentu
diturunkan bukan sekadar agar dibaca. Membaca al-Quran harus disertai dengan
upaya untuk memahami dan mentadaburi maknanya serta menjadikannya petunjuk
hidup sehingga kita menjalani hidup dan menjalankan kehidupan dengan al-Quran. Sebab
Allah menegaskan di dalam firman-Nya QS al-Baqarah [2]: 85 bahwa al-Quran
diturunkan memang untuk menjadi petunjuk, penjelasan dan bukti atas petunjuk
serta sebagai pembeda (al-Furqân)
untuk membedakan antara kebenaran (al-haq)
dan kebatilan (al-bâthil), antara
kebaikan (al-khayr) dan keburukan (asy-syarr), antara terpuji (al-hasan) dan tercela (al-qabih), halal dan haram,
pahala dan dosa. Dan Allah tegaskan:
﴿ إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ
يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ
الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا ﴾
Sesungguhnya Al-Quran ini
memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira
kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada
pahala yang besar (TQS
al-Isra’ [17]: 9)
Sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani
kehidupan, al-Quran memberikan penjelasan atas segala sesuatu. Allah
menegaskan:
﴿ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا
لِّكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ ﴾
Dan
Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri. (TQS
an-Nahl [16]: 89)
Imam al-Baghawi menjelaskan,
yakni sebagai penjelasan atas segala sesuatu yang diperlukan berupa perintah
dan larangan, halal dan haram serta hudud dan hukum-hukum (Al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl). Ibn Katsir juga menjelaskan
dengan mengutip Ibn Mas’ud ra. yang mengatakan, “yaitu bahwa sesungguhnya
al-Quran meliputi segala pengetahuan yang bermanfaat berupa berita apa yang
telah terdahulu, pengetahuan apa yang akan datang, dan hukum semua halal dan
haram serta apa yang diperlukan oleh manusia dalam perkara dunia, agama,
kehiduan dan akhirat mereka” (Ibn Katsir, Tafsîr
Ibn Katsîr). Artinya, selain memberikan panduan, rambu-rambu, aturan dan sistem,
al-Quran juga memberikan penyelesaian atas setiap problem yang dihadapi manusia
di dalam kehidupan.
Al-Quran yang merupakan petunjuk itu hanya berfungsi
sebagai petunjuk jika memang diperhatikan dan dijadikan sebagai panduan,
pedoman dan petunjuk. Yaitu ketentuan-ketentuannya diikuti. Al-Quran yang menjadi
penjelasan segala sesuatu dan menjadi solusi problem kehidupan itu akan bisa berperan
jika penjelasanya diambil dan solusi-solusi yang diberikannya dijalankan. Artinya
disitu, al-Quran itu akan benar-benar menjadi petunjuk, penjelasan dan solusi
jika kita menjalani hidup dengan al-Quran dan mengelola kehidupan sesuai
al-Quran.
Disinilah kita harus merenung dan bertanya kepada
diri sendiri, sejauh mana hal itu terealisasi di dalam hidup dan kehidupan
kita. Sejauh mana kita telah memperhatikan al-Quran. Tentu saja kita tidak
ingin terkena pengaduan Rasul saw:
﴿ وَقَالَ الرَّسُوْلُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوْا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوْرًا ﴾
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya
kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan". (TQS.
al-Furqan [25]: 30)
Imam Ibn Katsir mencontohkan
sikap hajr al-Qurân (tak mengacuhkan al-Quran).
Diantaranya adalah menolak
untuk mengimani dan membenarkan al-Quran; tidak mau menyimak dan
mendengarkannya, bahkan membuat kegaduhan dan pembicaraan lain sehingga tidak
mendengar al-Quran saat dibacakan; tidak mentadaburi dan tidak memahaminya; tidak mengamalkan dan tidak mematuhi perintah dan larangannya, dan berpaling
darinya lalu berpaling kepada selainnya, baik berupa syair, ucapan, nyanyian,
permainan, ucapan, atau thariqah yang
diambil dari selain al-Quran (Ibn Katsir, Tafsîr al-Qurân al-’Azhîm).
Menjadikan Al-Quran Pedoman Hidup
Kita mengimani bahwa
al-Quran tidak mengandung keraguan, tidak didatangi apalagi dicampuri kebatilan
sedikitpun, merupakan petunjuk, yang berasal dari Allah yang Maha Mengetahui
segala sesuatu, Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Keimanan kita terhadap
al-Quran itu haruslah kita tujukan kepada al-Quran secara bulat, utuh, dan
menyeluruh. Keimanan terhadap al-Quran secara menyeluruh itu mengharuskan untuk
tidak membeda-bedakan diantara ayat-ayatnya, perintah dan larangan, hukum dan
ketentuan yang terkandung di dalamnya.
Ketika Allah SWT
berfirman, “Kutiba ‘alaykum ash-shiyâm -diwajibkan
atas kalian berpuasa-“ (QS. al-Baqarah [02]: 183), kita segera saja menerima
dan melaksanakannya. Demikian juga semestinya sikpa yang kita tunjukkan terhadap
firman Allah SWT “Kutiba ‘alaykum
al-qishâsh -diwajibkan atas kalian qishash-“ (QS. al-Baqarah [02]: 178);
atau “Kutiba ‘alaykum al-qitâl -diwajibkan
atas kalian perang-“ (QS. al-Baqarah [02]: 216). Tentu
semestinya kita juga menerima dan segera melaksanakannya. Begitulah semestinya kita dalam mempedomani al-Quran,
secara keseluruhan, tidak memilih dan memilahnya.
Mempedomani
al-Quran itu mengharuskan kita untuk mengambil dan melaksanakan
ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum yang diberikan oleh al-Quran dan hadits
Nabi saw, baik dalam urusan akidah, ibadah, makanan, minuman, pakaian, dan akhlak;
atau dalam urusan pernikahan, dan keluarga; atau dalam urusan ekonomi, politik
dalam dan luar negeri, kekuasaan, pemerintahan, pidana dan sanksi. Sebab semua
hukum itu sama-sama merupakan hukum Allah, bersumber dari wahyu Allah. Juga
sama-sama termaktub di dalam al-Quran dan hadits atau digali dari keduanya.
Semuanya itu harus kita
terima, kita ambil, kita pedomani dan laksanakan. Sebagiannya saat ini sudah
dan bisa kita laksanakan pada tingkat individu dan keluarga. Hanya saja, ada banyak hukum diantara petunjuk dan hukum al-Quran
dan hadits, yakni hukum Islam itu yang
hanya bisa dan sah
dilaksanakan oleh imam/khalifah melalui kekuasaan negara, semisal hukum-hukum yang berkaitan dengan
pemerintahan dan kekuasaan, ekonomi, sosial, pendidikan, politik luar negeri,
sanksi pidana, dsb. Hukum-hukum seperti itu tidak boleh dikerjakan individu dan
hanya sah dilakukan oleh imam yakni khalifah atau yang diberi wewenang olehnya.
Karena
itu, mempedomani al-Quran itu tidak akan sempurna kecuali sampai pada
penerapan hukum-hukum syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh
dan totalitas. Dan itu tidak mungkin kecuali melalui kekuasaan pemerintahan yang
berlandaskan akidah Islam dan menerapkan syariah yaitu Khilafah ‘ala minhaj
an-nubuwwah.
Wahai Kaum Muslimin
Begitulah semestinya mempedomani al-Quran. Begitulah
semestinya kita menjalani hidup dan mengelola kehidupan dengan al-Quran. Maka
saatnyalah kita segera menyempurnakan diri dalam mempedomani al-Quran. Tidak
lain adalah dengan segera menerapkan syariah Islam secara total didalam
Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Wallâh
a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar:
Ketua MPR
Sidarto Danusubroto prihatin dengan praktek demokrasi di Indonesia yang terlalu
ribut atau hingar bingar. "Keriuhan demokrasi sudah memprihatinkan," katanya. (Republika.co.id, 23/7).
1. Bukan hanya memprihatinkan, tetapi juga membahayakan. Begitulah
demokrasi. Keriuhan dalam demokrasi di manapun tidak sebanding dengan perhatian
terhadap nasib rakyat. Keriuhan demokrasi hanya demi kepentingan elit parpol,
politisi dan para kapitalis.
2. Tak selayknya keriuhan demokrasi yang tidak berguna dan membahayakan
masyarakat bahkan umat manusia itu diperpanjang.