Nama aslinya adalah Ramlah binti Abu
Sufyan. Ayahnya, yaitu Abu Sufyan adalah seorang pemuka dan pembesar
Quraisy yang sangat dienggani dan ditakuti masyarakatnya. Ia bahkan baru
masuk Islam setelah Fathu Makkah. Sebelumnya ia adalah salah seorang
yang amat memusuhi Islam. Hanya karena keyakinannya yang begitu kuat
terhadap kebenaran Islam, Ramlah berani mengambil resiko dimusuhi dan
dibuang keluarga besarnya.
Untuk menghindari paksaan keluarganya
agar ia kembali musyrik, bersama sejumlah sahabat Ramlah beserta
suaminya rela ikut berhijrah ke Habasyah meninggalkan segala yang
dicintainya di Makkah. Tatkala itu kekejaman orang-orang musyrik atas
kaum muslimin telah mencapai puncaknya, Di negri inilah ia melahirkan
seorang anak perempuan yang diberi nama Habibah hingga akhirnya ia lebih
dikenal dengan nama Ummu Habibah. Sebaliknya di negri ini pula, ia
diuji dengan sebuah cobaan yang lebih berat lagi. Suaminya murtad dan
selanjutnya ia terus menerus mendesak Ummu Habibah agar mengikuti
jejaknya.
Dengan keteguhannya ia bertahan bahkan
dengan penuh kesabaran ia berusaha menyadarkan suaminya agar kembali ke
jalan yang benar. Rupanya daya tarik syaitan lebih menarik hati suaminya
hingga akhirnya ia meninggal dunia karena terlalu banyak mengkonsumsi
khamr. Alangkah sedihnya Ummu Habibah. Ia yang ketika mudanya terbiasa
hidup bergelimang kekayaan dan kemewahan serta dimanja ayah-ibunya, kini
harus hidup sendiri di negri orang sambil menanggung seorang anak yang
masih balita.
Namun Ummu Habibah begitu yakin dengan adanya ayat 2 surat At-Thalaq bahwa Allah swt pasti akan memberinya jalan keluar.
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberikan rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.Dan
berangsiapa yang telah bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya.Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang
dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.( QS. At-Thalaq(65):2-3).
Atas kehendak-Nya, suatu ketika ia
bermimpi bahwa Rasulullah melamarnya. Dan hal ini memang benar-benar
terjadi. Beberapa saat setelah masa iddahnya, melalui raja Habasyah yang
telah memeluk Islam, yaitu raja Najasyi, Rasulullah mengajukan
lamaran terjadap dirinya. Bahkan raja ini dengan suka hati menawarkan
uang sejumlah 400 dinar bagi Ummu Habibah sebagai mahar pernikahan mulia
tersebut. Rasulullah sendiri baru bertemu dengan Ummu Habibah usia
perang Khaibar pada akhir tahun 6 H. Maka pada usia 40 tahun, Ummu
Habibah resmi menjadi salah satu Ummul Mukminin.
Ummu Habibah adalah seorang yang dikenal
sangat wara’ (loyalitas hanya untuk Allah dan Rasul-Nya bukan untuk
seorangpun selaiin keduanya). Hal tersebut dibuktikan dengan sikapnya
terhadap ayahnya, Abu Sufyan, tatkala suatu ketika ayahnya itu datang
dan masuk ke rumahnya di Madinah. Sang ayah datang untuk meminta
bantuannya agar menjadi perantara antara dirinya dengan Rasulullah saw
dalam rangka memperbaharui perjanjian Hudaibiyah yang telah dikhianati
sendiri oleh orang-orang musyrik. Abu Sufyan ingin duduk diatas tikar
Rasulullah, namun tiba-tiba dilipat oleh Ummu Habibah.
Maka Abu Sufyan bertanya dengan penuh keheranan: “Wahai putriku aku tidak tahu mengapa engkau melarangku duduk di tikar itu, apakah engkau melarang aku duduk diatasnya?”. Ummu Habibah menjawab dengan keberanian dan ketenangan tanpa ada rasa takut terhadap kekuasaan dan kemarahan ayahnya: “Ini adalah tikar Rasulullah. Sedangkan engkau adalah orang musyrik yang najis, aku tidak ingin engkau mengotorinya”.
Bahkan ketika kemudian Abu Sufyan melaknati putrinya tersebut, ia
dengan segera menjawab bahwa apa yang disembah ayahnya hanyalah patung
yang sama sekali tidak dapat memberi baik manfaat maupun mudharat.
Beberapa tahun kemudian setelah
Rasulullah menghadap ar-Rafiiqul A’la, Ummu Habibah lebih lagi menekuni
ibadahnya. Ia tidak keluar rumah kecuali untuk shalat dan tidak
meninggalkan Madinah kecuali untuk haji hingga wafatnya di usia 70
tahun-an. Tampak bahwa ia betul-betul memahami isi Al-Quranul Karim.
” Dan barangsiapa di antara kamu
sekalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat pada Allah dan Rasul-Nya dan
mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala
dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia………dan hendaklah kamu tetap di rumahmu
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ta`atilah Allah dan Rasul-Nya………”.(QS.Al-Ahzab(33):31-33).
Wallahu’alam bishawab.